Kalau kita pergi ke minimarket, mungkin stok minyak goreng bakal kosong dan ludes. Kalau pergi ke pasar tradisional, harga minyak melambung tinggi sekali.
Bikin bingung banget, ya. Kenapa bisa, negara penghasil
minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, tapi masyarakatnya gak bisa
membeli minyak goreng sawit dengan harga yang lebih terjangkau dan tidak ada
gangguan pasokan?
Jawabannya: bisa jadi, ada sebuah praktik usaha tidak sehat
yang menyebabkan harga minyak goreng jadi tinggi sekali. Struktur pasar minyak
goreng terdistorsi oleh para pedagang besar CPO dan minyak goreng.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sempat bilang kalau
hanya ada 4 (empat) perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di
Indonesia. Bukan tidak mungkin, keempat perusahaan ini melakukan praktik
kartel, bersekongkol menentukan harga bersama, supaya harga minyak goreng jadi
mahal sekali. Walaupun ini masih dugaan, tetapi fenomena di pasar
mengindikasikan dengan kuat.
Untuk itulah, KPPU perlu segera mengusut sampai tuntas
(menginvestigasi) dugaan kartel minyak goreng ini, sebagaimana dimandatkatkan
oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Kalau benar ada kartel atau bentuk persaingan tidak sehat
lainnya pada produk minyak sawit, KPPU dan pemerintah harus tegas dalam
memberikan sanksi hukum (perdata, pidana, dan administrasi). Jangan segan segan
untuk mencabut izin ekspor mereka, supaya bisa memprioritaskan konsumsi
domestik. Atau bahkan mencabut izin usahanya.
Kita tidak bisa biarkan masyarakat konsumen kesulitan mendapatkan minyak goreng, apalagi untuk menjalankan usaha mereka hanya karena tidak bisa beli minyak goreng dengan harga yang terjangkau. Atau sekadar untuk keperluan domestik rumah tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar