Tampilkan postingan dengan label sdm. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sdm. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Februari 2022

Kisruh Aturan Baru Pencairan Jaminan Hari Tua

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) menuai polemik. Terbit 4 Februari 2022, peraturan Menteri Ida Fauziah ini mematok JHT bisa dicairkan jika peserta berusia 56 tahun, cacat total tetap, atau meninggal. Buruh pun marah. Mereka menolak peraturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional itu.

Pemerintah berdalih bahwa kebijakan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua BP Jamsostek bertujuan mengembalikan khitah program tersebut sebagai dana pensiun. Namun banyak kalangan menolak aturan itu karena dinilai akan memberatkan pekerja yang terkena PHK.

Apakah benar kebijakan ini juga dibuat untuk mengamankan keuangan BP Jamsostek?

Di sisi lain, perubahan aturan JHT semakin mendorong kita untuk selalu menyiapkan uang darurat.

Kamis, 16 Januari 2020

Mengapa Training Gagal Memberikan Value for Business?


Pengembangan kompetensi dan produktivitas SDM tak pelak merupakan salah satu elemen kunci untuk memastikan bahwa roda bisnis terus berjalan, menembus masa depan. Itulah kenapa hampir semua perusahaan mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk memberikan program pelatihan dan pengembangan bagi para karyawannya.
Namun acapkali, program learning and development yang menelan dana hingga miliran rupiah per tahun  itu tak kunjung mampu memberikan impak yang optimal. Sebabnya sederhana, dan klasik : hampir semua kegiatan dan program training tak pernah memberikan perhatian yang konsisten untuk melakukan follow up pasca kegiatan training (post training monitoring).
Akibatnya : peserta training hanya mengenang gegap gempita kegiatan pelatihan dalam hitungan minggu (atau bahkan hari). Setelah tiga atau empat bulan, semuanya redup ditelan angin (gone with the wind). Dan apakah kegiatan training itu kemudian memberikan dampak positif bagi kinerja bisnis, ah coba tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. Doh.
Itulah kenapa kini saatnya untuk mulai secara serius memberikan perhatian kepada continous learning process, dimana setiap kegiatan training disertai dengan skema monitoring yang jelas dan konsiten. Disini mau didedahkan dua prinsip penting yang layak diingat kalau kita memang ingin melakukan post training activities yang kredibel.
Prinsip yang pertama : kegiatan training sejatinya hanyalah sebauah awal, bukan akhir dari sebuah proses pembelajaran. Kegiatan training – betapapun bagus isi dan speakernya – tak akan pernah mampu mengubah perilaku dan kompetensi, tanpa disertai dengan follow up yang sistematis dan konsisten.
Disini para pengelola SDM semestinya telah merancang skema monitoring yang jelas bahkan sejak sebelum kegiatan training dimulai. Skema monitoring ini menguraikan action plan yang lengkap dan detil mengenai bagaimana mengaplikasikan materi training yang telah diterima.
Misalkan didalamnya diuraikan tentang cara, skedul dan frekuensi penerapan materi training.
Sebagai misal, post training action plan untuk topik pelatihan mengenai leadership skills akan berisikan rencana (skedul dan frekuensi) untuk memberikan coaching kepada anak buah, atau tentang rencana untuk melakukan sesi motivasi dan penetapan goal setting kepada setiap anak buah. Atau juga bisa berupa rencana pendelegasian tugas kepada asistennya.
Semua item action plan itu kemudian secara konsisten dipantau penerapannya; setidaknya dalam periode 6 sampai 12 bulan ke depan, dan dilakukan minimal sebulan sekali dalam sesi khusus monitoring.
Siapa yang melakukan sesi follow up training ini? Ya sang fasilitator training yang dulu memberikan training; dibantu dengan tim dari departemen SDM.
Dalam sesi monitoring pasca training yang dilakukan secara reguler itulah, di-diskusikan progres penerapan action plan : apa saja yang telah dilakukan, bagaimana hasilnya, dan apa yang harus lebih disempurnakan? Dalam sesi-sesi inilah, juga dilibatkan atasan dan anak buah peserta.
Dari mereka akan dapat diperoleh feedback apakah leadership skills sang peserta sudah meningkat dan lebih baik dibanding sebelum training.
Pelaksanaan sesi monitoring dan follow up semacam diatas memang butuh energi dan skills yang memadai. Dan inilah sialnya : banyak pengelola SDM di negeri ini yang gagal melakukan proses tersebut secara kredibel.
Prinsip kedua yang juga penting adalah ini : akan lebih baik lagi jika proses follow up training yang sistematis seperti diatas disertai dengan pengukuran dampaknya terhadap kinerja bisnis.
Dan persis melalui skema monitoring yang reguler itulah, maka impak training bisa diukur dengan lebih akurat. Misal : setelah training leadership skills, apakah indeks kepuasan pegawai menjadi lebih baik?
Asumsinya, jika leadership skills meningkat, maka proses pembinaan anak buah menjadi kian baik, dan ujungnya makin meningkatkan level kepuasan para pegawai.
Sekali lagi, pesan kuat yang mau dibentangkan disini adalah : kegiatan training tak akan pernah menjelma menjadi proses keunggulan TANPA disertai dengan follow up monitoring yang konsisten dan kredibel.
Sudah saatnya bagi para pengelola SDM untuk benar-benar dengan tekun menyiapkan metodologi, sumber daya dan energi guna membangun sistem follow up training yang terpadu dan berkelanjutan.
Sebab hanya dengan itulah, learning activity akan benar-benar mampu menjadi driver bagi tumbuhnya kinerja bisnis yang kinclong nan berkibar-kibar.
 _______________________________


Kiat Paling Paten to Improve Your Skills and Competency Level


Anda semua pasti ingin agar skills dan level kompetensi yang Anda miliki bisa terus tumbuh dan berkembang. Sebab dengan itu, potensi yang menempel dalam sekujur raga Anda bisa terus menemukan taman subur untuk bermekaran. Sebab dengan itu, jejak kontribusi yang Anda pahatkan bisa terus tergambar dengan penuh keindahan.

Entah Anda seorang pekerja profesional ataupun insan pelaku bisnis, pada akhirnya level skills dan kompetensi-lah yang akan menjadi pembeda : apakah organisasi tempat Anda berkiprah akan terus melesat, atau termehek-mehek dalam kubangan kinerja yang buruk dan memilukan.

Lalu, cara apa yang paling ampuh untuk mengembangkan level skill dan kompetensi kita? Cara paling paten yang bisa kita anyam untuk merajut hamparan kinerja individu yang rancak nan menggetarkan?

Beruntung, arena untuk menempa kompetensi itu terus bertebaran dimana-mana. Setiap tahun, perusahaan mengeluarkan investasi hingga milyaran rupiah untuk melaksanakan pelatihan bagi karyawannya – entah dalam bentuk in house training ataupun via public workshop.

Sementara itu, beragam seminar untuk peningkatan kompetensi terus muncul dengan aneka tema : mulai dari cara memulai bisnis dengan modal kartu kredit, cara berkomunikasi dengan efektif hingga pelatihan teknik praktis untuk menyedot WC.

Tak ada yang salah dengan semua pelatihan dan seminar itu. Namun sejumlah riset menunjukkan bahwa class room training and seminar merupakan cara yang paling TIDAK efektif untuk meningkatkan kompetensi dan ketrampilan. Doh.

Kalau begitu, lalu cara apa yang lebih ampuh? Beragam studi dengan jelas menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mengembangkan kompetensi adalah melalui ini : praktek yang berbasis pada pengalaman nyata. Practices – lots of practices — based on real experiences.

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Ah, kita suka lupa dengan pepatah klasik ini. Padahal, penelitian empirik membuktikan bahwa melalui serangkaian praktek berbasis pengalaman nyata-lah, maka proses pengembangan kompetensi bisa berjalan secara optimal.

Berangkat dari prinsip simpel dan fundamental itulah, kini kemudian dikenal apa yang disebut sebagai “action-based learning process”. Atau proses pembelajaran berbasis pengalaman dan tindakan nyata (action).

Cara konkritnya begini : proses pembelajaran biasanya dilakukan dalam rentang 3 hingga 6 bulan, dan dipecah dalam sesi-sesi pertemuan mingguan atau dua-mingguan (weekly atau bi-weekly meeting) selama dua hingga tiga jam.

Apa yang dipelajari dalam sesi-sesi pertemuan itu? Materinya bisa beragam – bisa tentang leadership skills, communication skills, creativity, atau tema teknis seperti project management, talent development system, dan business strategy.

Namun konten utamanya selalu berbasis pada pengalaman dan praktek nyata para pesertanya. Adakalanya, fasilitator memberikan tugas praktek (atau real project) yang harus dijalankan oleh para partisipan. Melalui penugasan dan real projects inilah, para peserta terus di-dorong untuk mempraktekkan langsung materi-materi yang di-jadikan tema pembelajaran.

Nah, dalam sesi-sesi pertemuan itu, fasilitator kemudian berperan untuk “men-struktur-kan pengalaman nyata para pesertanya” ke dalam poin-poin pembelajaran yang ampuh. Beragam tindakan nyata dan praktek langsung peserta digali dan di-eksplorasi. Dan kemudian di-refleksi-kan menjadi learning points yang bermakna dan menghujam di benak peserta (menghujam sebab benar-benar berbasis pada pengalaman nyata).

Dalam proses itu, fasilitator lebih berperan sebagai coach (dan bukan instruktur yang memberi kuliah bertele-tele). Sebagai coach, fasilitator berperan memberikan feedback serta insight kepada para peserta atas pengalaman nyata yang telah mereka praktekkan. Dan kemudian menyerap poin-poin pembalajaran yang bisa dipetik dari praktek/pengalaman riil itu.

Learning by doing. Learning based on real experiences. Inilah sejatinya cara paling paten untuk meningkatkan level kompetensi dan skills Anda semua.

Para pengelola SDM di semua organisasi/perusahaan harus segera menyusun rencana serius untuk mulai mempraktekkan pendekatan ini. Dan bukan hanya sekedar buang uang ratusan juta untuk mengirim karyawannya pergi ikut training, dan setelah tiga bulan, semua materi menguap tanpa bekas. Lenyap bersama angin. Gone with the wind.
___________________________


Dapatkan 10 Panduan Hebat untuk meningkatkan Kemampuan Manajemen HR Anda. Kunjungi link berikut http://edubisnis.net/dap/a/?a=2489&p=http://edubisnis.net/hr-management-masterclass/

Cara Ampuh Mendesain Human Capital Strategy Kelas Dunia



Great organization is always built by great people. Begitu sebuah kredo yang layak selalu kita kenang. Jim Collin dalam masterpiece-nya, Good to Great juga menulis, perusahaan-perusahaan legendaris selalu mengawali langkahnya dengan statement seperti ini : First Who, then What (cari dulu orang terbaik, baru berpikir tentang strategi.  Bukan sebaliknya).
Maka meracik human capital strategy yang mencorong merupakan sebuah keharusan.
Apa saja konten human capital strategy yang layak ditelisik? Sajian ini akan membedahnya untuk Anda semua.
Sejatinya, setiap human capital strategy yang solid harus selalu diberangkatkan dari keseluruhan fase dalam fungsi SDM : mulai dari fase rekrutmen, pengelolaan kinerja, hingga ke tahapan pengembangan karir dan motivasi setiap anggota organisasi.
Dalam fase rekrutmen, nyaris semua Manajer HRD di tanah air punya keluhan yang klasik : kini makin susah mendapatkan manajer-manajer (middle level managers) yang andal. Talent war – bajak membajak talenta terbaik – akhirnya menjadi sebuah fakta yang tak terelakkan.
Sebab seperti yang pernah diteliti oleh Boston Consulting Group, dalam kurun 15 tahun ke depan Indonesia memang akan sangat kekurangan manajer-manajer andal untuk menopang laju pertumbuhan bisnis yang kian kencang.
Pada sisi lain, karyawan baru dari level Fresh Graduates yang datang dari Generasi Y (atau Millenial Generation or Digital Generation) juga acap dipandang punya etos kerja yang lebih letoy dibanding generasi jaman pre-internet.
Mungkin kultur digital life yang serba bergegas, serba penuh distraksi ikut membentuk “budaya kerja baru” di kalangan para generasi Milenial.
Tantangan merekrut manajer-manajer andal ada baiknya diselesaikan dengan cara membangun Leadership Center yang berkelas (semacam GE Learning Academy, misalnya).
Membangun calon-calon manajer masa depan secara internal, meski butuh waktu dan energi yang tak sedikit, menjanjikan adanya supply manajer yang lebih konstan. Dan siap ditarik untuk menghela ekspansi bisnis yang kencang.
Generasi Milenial (fresh graduates) layak dikelola dengan cara-cara yang inovatif. Jika perusahaan mampu menyediakan platform mobile learning atau mobile work application (apps) yang keren dan multifungsi, mungkin itu bisa membuat generasi internet itu lebih terpacu produktivitasnya (sebab dunia mereka saat ini memang sudah bergerak ke arah “mobile digital life”).
Dalam fase pengelolaan kinerja, setiap organisasi bisnis kini sudah saatnya bergerak ke arah result yang terukur (dengan performance scorecard dan measurement yang obyektif). Strategi pengelolaan kinerja tak akan pernah bergerak kemana-mana saat organisasi itu tidak punya indikator kinerja yang jelas dan terukur untuk beragam posisi kunci dalam perusahaannya.
Pengelolaan kinerja berbasis KPI (key performance indicators) dengan kata lain menjadi sebuah kebutuhan yang layak segera diaplikasikan. Dan ini dia : hasilnya perlu terus direview secara tekun dan konsisten agar terbagun apa yang disebut sebagai “performance-based culture”.
Dalam fase training and development, mungkin sudah saatnya ditinggalkan pola hit and run : beri training kepada karyawan, setelah itu ditinggalkan begitu saja. Tidak ada pemantauan yang sistematis. Tidak ada ikhtiar untuk mengukur dampaknya terhadap kinerja bisnis. Manfaat training hanya akan “lalu bersama angin” – gone with the wind.
Pola action-based learning, atau pelatihan yang berbasis pada problem-problem nyata yang ada dalam pekerjaan terbukti lebih efektif. Dalam proses ini, kegiatan training berlangsung secara kontinyu, dalam sesi-sesi pertemuan pendek (2 jam setiap minggu, dalam periode enam bulan).
Dalam periode itu, terus dilakukan proses check and recheck : apakah materi pelatihan benar-benar berdampaknya nyata bagi peningkatan kinerja tim atau tidak.
Dalam fase talent management, sudah saatnya pengelola HRD menerapkan prinsip Pareto : fokuskan semua energi pada hanya posisi-posisi kunci dalam perusahaan (yang seringkali jumlahnya hanya 30%). Namun sejalan dengan prinsip Pareto : yang 30 % ini acapkali men-drive 80% kinerja bisnis perusahaan.
Agak aneh, jika perusahaan bernafsu untuk melakukan pengembangan Talent pada SEMUA POSISI. Pendekatan bergaya sosialis ini hanya akan menghabiskan terlalu banyak dana, energi dan tidak ada fokus.
Maka lakukan identifikasi pada 30% – 40% posisi-posisi yang krusial bagi hidup matinya perusahaan. Posisi-posisi yang jika tidak ada, segera akan membuat perusahaan mati dan gagal beroperasi. Lalu, alokasikan segenap energi dan pikiran untuk membuat yang 40% itu bisa memiliki kualitas setara kelas dunia.
Demikianlah beberapa poin dan fase yang layak dielaborasi saat kita hendak meracik strategi human capital yang solid dan mumpuni.
Great people will grow our business. Bad people will destroy our future.

__________________________________________________________

Dapatkan 10 Panduan Hebat untuk meningkatkan Kemampuan Manajemen HR Anda. Kunjungi link berikut http://edubisnis.net/dap/a/?a=2489&p=http://edubisnis.net/hr-management-masterclass/



Kamis, 03 Oktober 2019

3 Cara Dahsyat untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kinerja SDM

https://hrdailyadvisor.blr.com/

Great companies are always built by great people. Kecemerlangan sebuah organisasi bisnis pada akhirnya memang dikibarkan oleh barisan SDM-nya yang bermutu unggul.

First who, then what. Begitu kata Jim Collins dalam buku terkenalnya, Good to Great. Untuk membangun bisnis yang legendaris, pertama-tama Anda harus memikirkan manusia-nya dulu (SDM). Baru kemudian berpikir “what” – strategi dan produknya.

Pertanyaannya : bagaimana cara mengukur dan meningkatkan kinerja diri Anda menuju kegemilangan? Kita akan lacak jawabannya di pagi yang cerah ini.

Saat ditanya peninggalan apa yang paling layak dikenang oleh dirinya, mendiang Steve Jobs (CEO yang dianggap paling inovatif dalam abad ini) berpikir sejenak. Apakah logo Apple yang legendaris itu? Apakah produk Macbook Air yang begitu memukau? Atau iPad dan iPhone yang merevolusi industri digital dunia?

Bukan, bukan itu semua, ia menjawab. Yang paling saya kenang adalah kemampun saya meng-hire dan mengumpulkan best people around the world yang membantu saya mewujudkan visi Apple.

Maka Jack Welch, mantan CEO paling hebat di General Elecetric pernah bilang : orang kedua paling penting di perusahaan kami setelah CEO adalah Chief of HR atau Direktur HRD (bukan direktur keuangan, pemasaran atau direktur produksi).

Jika elemen SDM atau people sedemikian menentukan kinerja dan masa depan bisnis, lalu cara apa yang layak dilakoni untuk membuat diri Anda menjadi SDM dan insan profesional yang unggul?

Ada tiga cara ampuh yang layak dicatat dalam proses perjalanan panjang membangun diri Anda untuk menjadi insan yang unggul.

People Driver # 1 : Create Strong Measurable Performance Indicators. You can not manage what you can not measure, begitu begawan manajemen Peter Drucker pernah menulis.

Kinerja Anda sebagai manajer atau pekerja profesional yang mencorong pada akhirnya memang diawali dengan penetapan serangkaian KPI (key performance indicators) yang solid, dan disertai dengan target yang terukur.

Sebab bagaimana mungkin Anda akan bisa melacak kinerja diri Anda sendiri jika ukurannya saja tidak punya. Bukankah ini seperti mau membeli nasi goreng tapi tidak tahu informasi harganya? Bukankah ini pertanda personal develeopment yang absurd?

Sayangnya, banyak pengelola SDM atau karyawan dan bahkan manajer di berbagai organisasi yang tidak tahu cara menyusun KPI yang benar. Banyak karyawan atau manajer sebuah departemen dalam perusaahaan yang mengalami kesulitan dalam menemukan KPI atau performance indicators yang terukur.

People Driver # 2 : Measure and Monitor and Improve. Setelah mampu merumuskan KPI dengan tepat (mungkin dengan bantuan contoh 300 KPI yang saya sebutkan diatas), maka step berikutnya adalah : ukur dan pantau pencapaian target KPI secara periodik (bulanan atau bahkan mingguan).
Salah satu sumber kegagalan penerapan manajemen kinerja berbasis KPI adalah ketiadaan mekanisme untuk melakukan pemantauan hasil KPI secara reguler.

Seharusnya, setiap manajer atau kepala departemen diwajibkan untuk menggunakan tabel KPI sebagai salah satu basis dalam monthly meeting yang mereka lakukan dengan tim-nya. Syukur, tabel KPI itu diukur dan dipantau melalui aplikasi performance management dashboard yang memudahkan proses pencatatan hasil kinerja.

Melalui proses review itu, kemudian dapat dilakukan continual improvement guna meningkatkan kinerja tim dan kinerja SDM organisasi secara berksenimbunga.
Measure. Monitor. Improve. Ini tiga elemen kunci yang akan membuat kinerja diri Anda bisa terus melesat. Dan bukan stagnan seperti jalan Sudirman pas pulang kerja :)

People Driver # 3 : Reward for Performance. Penetapan KPI sudah dilakukan. Pengukuran dan pemantauan hasil KPI juga sudah dilacak. Maka tahapan berikutnya adalah ini : memberikan reward yang cukup melimpah bagi mereka yang sudah achieve target KPI yang telah ditetapkan.
Sekali lagi kita perlu mengenang kalimat magis ini : if you pay peanuts, you will only get monkeys.

Jika kita menetapkan target KPI yang menantang, dan juga memberikan alokasi anggaran dan sumber daya untuk mencapainya; maka kita juga mesti memberikan bonus atau reward bagi mereka yang berhasil memenuhi target itu.

Sebab jika kita agak pelit memberikan reward, dan hanya kasih peanuts, maka barisan karyawan atau manajer bagus yang mampu achieve target KPI, akan pindah ke lain hati. Pindah ke perusahaan lain yang mampu memberikan more than just peanuts.

Jika penetapan KPI yang terukur sudah dilakukan, maka sebenarnya obyektivitas kinerja pegawai bisa dinilai dengan lebih optimal. Maka dengan proses ini, wajar jika bonus dan reward diberikan pada mereka yang mampu menembus target terukur yang telah ditetapkan.
Your numbers speak for themselves. Target angka KPI tercapai, maka bonus melimpah. Target KPI jeblok, zero bonus. Sesederhana itu.

Demikianlah, tiga cara ampuh untuk membuat kinerja Anda menjadi kian mencorong.

Driver 1 : Create Strong KPIs/
Driver 2 : Measure. Monitor. Improve.
Driver 3 : Show Me the Money, Boss !!


Senin, 02 September 2019

Kenapa Kekuatan 3 Intangible Assets ini Begitu Dramatis dan Powerful?

https://id.pinterest.com/

Simak data yang lumayan mencengangkan ini. Pada tahun 1975, sumbangan intangible asset terhadap kesuksesan sebuah bisnis hanya 17%. Pada tahun 2015 ini? Sudah tembus 84%.

Data itu dengan segera mendedahkan sebuah fakta : betapa kekuatan intangible asset itu makin penting dalam membuat kinerja sebuah organisasi bisnis menjadi cetar membahana.

Pertanyaannya : apa itu intangible assets sebenarnya? Dan yang lebih penting : jenis kekuatan intangible assets apa yang paling dramatis dan powerful dampaknya?

Mari kita nikmati jawabannya sambil menyeduh secangkir kopi atau teh hangat.

Intangible assets adalah aset yang tak kasat mata. Atau mungkin layak juga disebut sebagai “aset ghoib”. Aset ini berbeda dengan aset kasat mata (tangible asset) seperti tanah, pabrik yang luas, mesin-mesin yang modern, atau gedung kantor yang luas.

Dulu, aset-aset tangible yang kelihatan nyata fisiknya itu acap dianggap sebagai penentuk sukses bisnis. Namun seperti yang disampaikan diatas, di era digital berbasis knowledge ini, aset intangible ternyata justru kian penting perannya.

Apple misalnya. Perusahaan ini tidak punya pabrik smartphone (karena semua iPhone dan iPad dan iMac dibikin oleh Foxtron, vendornya dari China). Namun market value Apple ternyata paling tinggi sedunia, sekitar Rp 9000 triliun (lebih dari 4 kali lipat APBN).

Nike juga tidak punya pabrik sepatu. Tidak punya aset mesin untuk bikin sepatu. Namun nilai penjualan sepatu Nike tertinggi di dunia.

Atau sebut juga Facebook misalnya. Aset fisik perusahaan ini jauh dibawah aset fisik perusahaan mobil Ford. Namun market value Facebook jauh diatas Ford yang punya aset mesin ribuan jumlahnya.

Jika memang intangible asset kian punya peran penting, maka jenis apa saja yang paling powerful? Jenis intangible assets apa saja yang punya impak dramatis dan fundamental bagi kejayaan sebauah organisasi bisnis?

Disini kita mencatat ada tiga jenis intangible asset yang layak di-stabilo.

Intangible Assets # 1 : Human Capital Asset. 

Pada akhirnya, pilar yang utama dari melegendanya sebuah organisasi bisnis adalah barisan insani atau SDM hebat yang ada di dalamnya.

First who, then what. Kembali kita di-remind kalimat magis ini oleh Jim Collins dalam masterpiecenya, Good to Great. Pertama-tama selalu harus fokus untuk mencari best people, dan yang lain akan beres dengan sendirinya.

Di tanah air, ada paradoks yang cukup muram tentang human capital asset ini. Pada satu sisi, banyak sarjana S1 yang menganggur (kini jumlahnya sekitar 600 ribu orang lulusan S1 yang jobless). Di sisi lain, makin banyak Manajer HRD yang mengeluh sulitnya mencari kandidat junior dan senior manajer yang kredible.

Faktanya, survei dari Boston Consulting Group menunjukkan dalam 10 – 20 tahun ke depan Indonesia akan makin kekurangan tenaga manajer yang andal. Padahal manajer yang andal adalah pilar human capital asset yang amat krusial.

Apa yang terjadi, saat bisnis di tanah air terus booming, dan butuh pasokan banyak manajer andal, namun pasokannya ternata langka. Sederhana : gaji manajer pelan-pelan akan naik tinggi.

Akibatnya, dalam kurun 10 – 15 tahun ke depan akan makin banyak middle manager yang punya gaji Rp 35 – 55 juta per bulan. Lumayan mahal namun ini impak dari “talent shortage”.

Dan mungkin itulah harga yang harus dibayar oleh perusahaan untuk mendapatkan intangible asset yang amat penting ini.

Intangible Asset # 2 : Knowledge and Creativity Asset. 

Aset ghoib kedua ini lazimnya akan menghasilkan puluhan hak paten yang amat berharga, atau juga langsung dalam wujud inovasi produk yang radikal dan amat mahal nilanya.

Kekuatan Google yang begitu melegenda itu misalnya, ditopang oleh hak patennya dalam algoritme search engine yang amat powerful. Atau kehebatan Viagra yang mak nyus itu adalah karena hasil kekuatan knowledge yang amat mendalam.

Atau juga kisah Android yang mengubah gaya hidup jutaan orang di muka bumi itu – produk amazing ini adalah wujud nyata dari kekuatan knowledge and creativity asset.

Itulah kenapa kini makin banyak perusahaan yang menekuni ilmu “knowledge management”. Inilah sebuah ilmu yang ingin mengolah semua jenis pengetahuan dan kreativitas SDM dalam sebuah organisasi menjadi kekuatan informasi yang berharga.

Knowledge management berusaha meng-ekstrak pengetahuan berharga dalam setiap otak SDM-nya yang unggul (pegawai yang dikenal sebagai expert atau manajer senior yang berpengalaman luas); dan membuat pengetahuan berharga itu menjadi mudah di-akses oleh semua pegawainya.

Intangible Asset 3 : Brand Asset. 

Setiap tahun Interbrand, sebuah lembaga konsultan brand ternama dunia, membuat peringkat brand value dari semua brand global yang legendaris. Mereka menghitung berapa sebenarnya “harga atau nilai” brand yang mereka miliki – jika diuangkan dalam satuan moneter.

Tahun ini, peringkat pertama dipegang oleh Apple. Berapa value brand Apple? Rp 1500 triliun. Peringkat 2 adalah Google dengan nilai brand yang tembus Rp 1400 triliun.

Itulah kekuatan intangible asset yang ketiga : brand asset.

Petinggi Coca Cola pernah bilang : Anda bisa menghancurkan semua pabrik Coke di seluruh dunia, dan kami akan tetap eksis, sepanjang kami punya hak paten atas merk kami.

Banyak juga brand lokal yang legendaris dan membuat bisnis pemiliknya tetap kaya raya. Bolu Meranti. Gudeg Yu Jum. Indomie. Teh Botol. Ini adalah contoh kekuatan intangible asset berupa brand yang terkenal.

Namun kekuatan intangible asset yang ketiga ini hanya akan muncul jika dua intangible asset yang pertama yakni : human capital dan knowledge asset eksis dalam sebuah perusahaan. Tanpa SDM hebat dan kreatif, hampir mustahil Anda akan bisa menciptakan brand legendaris.

DEMIKIANLAH, 3 jenis intangible assets yang layak dikenang untuk membuat kejayaan sebuah bisnis :

#1 : human capital asset
#2 : knowldedge and creativity asset
#3 : brand asset

Meski semua jenis aset diatas bersifat “ghoib”, namun pencapaiannya harus melalui kerja cerdas dan kerja keras. Bukan melalui asap dupa dan kembang tuju rupa.

Dan pada akhirnya the most important asset is your brain.

Kamis, 01 Agustus 2019

The Death of HR People?

https://www.123rf.com/

Our most important asset is our great people, begitu satu kalimat yang acap kita lihat di laporan tahunan sejumlah besar perusahaan. Sebuah kalimat yang mungkin sering jadi tergelincir menjadi klise, sebab spirit dibalik kalimat itu lebih kerap tak dijalankan. Dengan kata lain, kalimat itu lebih sering menjadi slogan belaka, yang tidak disertai dengan komitmen pengembangan sumber daya manusia yang kuat.

Pada sisi lain, kalimat mutiara itu juga merupakan tantangan bagi para pengelola SDM di setiap perusahaan, atau yang acap dikelompokkan dalam sebuah departemen SDM.

Pada kenyataannya, kini makin kencang suara yang mempertanyakan kredibilitas para pengelola SDM dalam mengembangkan mutu para karyawan dan membawa laju perusahaan kedalam bahtera kejayaan.

Di sebagian perusahaan, departemen SDM sering masih diidentikkan dengan persoalan administrasi personalia belaka, dan hanya punya peran yang marginal dalam pengendalian arah strategis masa depan perusahaan.

Para pengelola SDM dianggap tidak memahami bahasa bisnis, dan karenanya kurang dianggap sebagai mitra sejajar bagi divisi atau departemen lainnya dalam menggerakan arah perusahaan.

Harus diakui, kenyataan diatas merupakan realitas yang banyak terjadi di perusahaan di republik ini. Untuk membalikkan situasi semacam ini, setidaknya terdapat dua langkah kunci pembenahan dalam diri internal para pengelola departemen SDM yang perlu segera diusung dan dilakonkan.

Langkah yang pertama adalah ini : bahwa setiap pengelola SDM disetiap perusahaan mesti memahami dinamika industri dan bisnis dimana perusahaannya berada. Mereka mesti setidaknya mengetahui posisi perusahaannya dalam peta persaingan pasar, mesti memahami dinamika pertumbuhan industri dimana perusahaanya berkiprah, dan juga mampu membaca arah perkembangan bisnis masa mendatang.

Dalam kenyatannya, banyak para karyawan di departemen SDM yang gagap ketika ditanya mengenai pertumbuhan bisnis perusahaannya, atau juga tentang konfigurasi persaingan bisnis masa depan. Bahkan mungkin banyak diantara mereka yang tidak tahu total sales dan market share produk-produk perusahaannya. Tentu saja, ini sebuah ironi.

Sebab, bagaimana mungkin para pengelola SDM itu akan mampu mencetak future leaders jika arah perkembangan bisnis di industrinya saja tidak paham? Atau, jika mereka tidak memahami tantangan yang dibutuhkan untuk keberhasilan bisnisnya dimasa mendatang?

Langkah berikutnya tentu saja adalah membekali diri dengan pemahaman yang solid mengenai berbagai konsep dan praktek pengelolaan SDM yang benar. Para pengelola departemen SDM mesti mampu merumuskan dan merealisasikan strategi pengembangan SDM yang integratif dengan kebutuhan bisnis perusahaannya.

Dalam hal ini, mereka mestinya juga dapat memahami dan mampu mengaplikasikan beragam metode pengembangan SDM dengan tepat sasaran. Sebab rasanya ganjil jika kita memiliki niatan untuk mendidik orang lain, namun ilmu dan metode yang kita kuasai ternyata tidak kuat. Ini ibarat mau menjadi seorang guru, namun dengan bekal ilmu yang kosong.

Jika ini yang terjadi, maka sang murid tidak akan bertambah pandai namun mungkin sebaliknya, sang murid itu justru kian bertambah pandir. Tanpa dibekali dengan ilmu manajemen SDM yang kokoh, bagaimana mungkin para pengelola SDM itu akan mampu memintarkan para karyawan perusahaannya?

Dua langkah kunci diataslah yang akan mampu membuat peran para pengelola departemen SDM menjadi lebih strategis dalam mengarahkan masa depan perusahaan. Dengan itu pula, para pengelola SDM akan benar-benar mampu mewujudkan kata-kata “our most important asset is our great people” menjadi sebuah kenyataan yang indah.

Sebaliknya tanpa proses transformasi diatas, peran para pengelola SDM akan makin terpinggirkan, dan fenomena the death of HR people bisa menjadi sebuah kenyataan pahit yang terpaksa mesti ditelan.

Jumat, 02 Maret 2018

Cara Memperlakukan Orang Lain dalam Organisasi




Pekerjaan yang dilakukan secara bekerja sama dengan baik akan menghasilkan daya tahan, sementara kerja paksa berakhir dengan kegagalan. Tidak ada peradaban yang berdasarkan perlakuan tidak adil terhadap orang-orangnya yang pernah ada. Seorang tiran mungkin memaksakan kerja sama orang lain untuk sementara waktu, tapi kekuatan itu tidak pernah dipertahankan. Hanya bila orang diberi penghargaan yang pantas mereka lakukan, mereka akan rela menciptakan dan memelihara organisasi dan masyarakat yang sukses. Bila Anda membangun perusahaan atau organisasi berdasarkan keadilan dan keadilan bagi setiap anggota, Anda telah membangun sebuah kekuatan yang akan lama bertahan.

Cara terbaik untuk menjamin komitmen dan kerja sama tanpa akhir dari orang lain adalah melalui penerapan “Aturan Emas” yang sederhana. Ini adalah teori manajemen yang paling sukses dan bertahan lama yang pernah dikembangkan. Bila Anda memperlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan, Anda berada dalam situasi mereka, Anda akan mengilhami kesetiaan dan kerja sama yang antusias. Tetapkan standar tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, perlakukan dengan baik, biarkan mereka melakukan pekerjaan mereka, dan mereka akan melakukan mukjizat untuk Anda.

...................................