Selasa, 17 Desember 2024

No Viral, No Justice: Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

 


Fenomena “no viral, no justice” mencerminkan kondisi memprihatinkan dalam penegakan hukum di Indonesia. Pada era digital, media sosial menjadi alat untuk menyuarakan ketidakadilan. Namun, kenyataan bahwa keadilan sering kali bergantung pada seberapa viral sebuah kasus menunjukkan kelemahan mendasar dalam sistem hukum. Dalam esai ini, kita akan menganalisis akar permasalahan ini dan dampaknya terhadap masyarakat serta mencari solusi yang relevan untuk mengatasinya.

Keadilan yang Bergantung pada Popularitas

Di banyak kasus, perhatian publik melalui media sosial telah menjadi katalisator untuk mendorong tindakan hukum. Beberapa contoh nyata menunjukkan bahwa kasus-kasus yang mendapat sorotan luas cenderung diproses lebih cepat oleh aparat penegak hukum. Sayangnya, ini menciptakan persepsi bahwa hukum tidak lagi berjalan berdasarkan prinsip keadilan, melainkan atas dasar tekanan sosial. Korban yang tidak memiliki akses ke platform digital atau yang kasusnya tidak cukup “menjual” di mata publik sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sama. Akibatnya, sistem hukum menjadi diskriminatif, membatasi akses keadilan hanya bagi mereka yang mampu menarik simpati massa.

Kelemahan Institusi Penegakan Hukum

Fenomena ini mencerminkan lemahnya integritas institusi hukum di Indonesia. Idealnya, hukum seharusnya berjalan independen, berdasarkan fakta dan aturan yang berlaku, bukan berdasarkan opini publik. Namun, kurangnya transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas membuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum merosot tajam. Masyarakat merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan keadilan adalah melalui tekanan massa, bukan melalui mekanisme hukum yang ada.

Dampak Sosial dan Psikologis

Ketergantungan pada viralitas untuk mendapatkan keadilan memiliki dampak sosial yang luas. Pertama, masyarakat cenderung memandang media sosial sebagai ruang pengadilan alternatif. Hal ini mengaburkan batas antara opini publik dan keputusan hukum yang seharusnya berbasis fakta. Kedua, korban dan pelaku bisa mengalami peradilan oleh massa (trial by the crowd), yang sering kali tidak adil dan melanggar asas praduga tak bersalah. Ketiga, fenomena ini berpotensi memicu rasa frustrasi dan ketidakberdayaan bagi mereka yang kasusnya tidak mendapat perhatian publik.

Mencari Solusi

Untuk mengatasi fenomena “no viral, no justice,” diperlukan reformasi menyeluruh dalam sistem hukum. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Peningkatan Transparansi: Institusi hukum harus lebih terbuka dalam menangani kasus, termasuk memberikan informasi yang jelas kepada publik tentang proses dan perkembangan kasus.
  2. Peningkatan Profesionalisme Aparat Hukum: Pelatihan yang berkelanjutan dan pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk memastikan mereka menjalankan tugas dengan integritas.
  3. Penguatan Sistem Pengawasan: Dibutuhkan mekanisme pengawasan independen untuk memantau kinerja aparat penegak hukum dan memastikan bahwa mereka bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
  4. Pendidikan Hukum untuk Publik: Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hukum agar tidak sepenuhnya bergantung pada media sosial sebagai sarana mencari keadilan.
  5. Pemanfaatan Teknologi secara Profesional: Media sosial bisa menjadi alat yang efektif untuk memantau dan mendokumentasikan pelanggaran hukum, tetapi penggunaannya harus diatur agar tidak menciptakan ketergantungan pada viralitas.

Penutup

Fenomena “no viral, no justice” menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia sedang menghadapi krisis legitimasi. Ketergantungan pada viralitas sebagai alat untuk mendapatkan keadilan tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum, tetapi juga menciptakan ketidakadilan baru. Diperlukan upaya kolektif dari semua pihak — pemerintah, institusi hukum, media, dan masyarakat — untuk memastikan bahwa keadilan tidak lagi menjadi barang dagangan popularitas. Hukum harus kembali pada prinsip utamanya: memberikan keadilan tanpa memandang siapa yang lebih nyaring bersuara.

Sabtu, 30 November 2024

Kenaikan PPN 12 Persen: Pola Kolonial dalam Kebijakan Modern?


Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan pemerintah menuai polemik di tengah masyarakat. Kebijakan ini, meskipun diklaim sebagai langkah untuk memperkuat keuangan negara, justru menimbulkan pertanyaan mendasar tentang siapa yang sebenarnya diuntungkan dan siapa yang paling dirugikan. Dalam konteks ini, kritik terhadap kebijakan tersebut tak ubahnya mengingatkan kita pada pola-pola eksploitasi di era kolonial: rakyat kecil yang diperas demi kenyamanan segelintir elit.

Beban Berat bagi Rakyat Kecil

PPN adalah pajak yang bersifat regresif. Artinya, pajak ini dikenakan pada semua orang tanpa memandang tingkat penghasilan. Bagi masyarakat kelas bawah yang pendapatannya mayoritas habis untuk kebutuhan dasar, kenaikan PPN berarti pengeluaran sehari-hari mereka semakin membengkak. Misalnya, harga bahan makanan, obat-obatan, hingga kebutuhan rumah tangga lainnya akan meningkat, sementara pendapatan mereka tetap stagnan. Akibatnya, daya beli masyarakat menurun, dan kesenjangan sosial semakin melebar.

Di sisi lain, kalangan menengah ke atas yang memiliki surplus pendapatan relatif lebih mampu menanggung dampak kenaikan PPN. Bahkan, mereka cenderung tetap mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini, terutama jika penghasilan mereka berasal dari investasi atau sektor yang tidak langsung terpengaruh oleh kenaikan pajak konsumsi.

Siapa yang Diuntungkan?

Kenaikan PPN sering kali dibenarkan dengan alasan peningkatan penerimaan negara untuk mendanai pembangunan. Namun, apakah benar seluruh hasil penerimaan pajak tersebut digunakan untuk kepentingan publik? Dalam praktiknya, sering kali kebijakan fiskal lebih menguntungkan sektor korporasi besar, terutama melalui insentif pajak dan subsidi. Hal ini menciptakan paradoks: rakyat kecil membayar lebih banyak, sementara mereka yang sudah memiliki kekayaan besar mendapatkan keuntungan tambahan.

Jika kita menengok sejarah, pola ini tidak jauh berbeda dengan sistem kolonial di masa lampau. Kala itu, pajak dan eksploitasi sumber daya diterapkan demi kepentingan penjajah, sementara rakyat pribumi hanya menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan segelintir penguasa. Hari ini, meskipun konteksnya berbeda, esensinya tetap sama: kebijakan yang membebani mayoritas rakyat untuk menguntungkan minoritas yang memiliki kuasa.

Alternatif Kebijakan yang Lebih Adil

Untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, pemerintah perlu mempertimbangkan reformasi menyeluruh. Salah satunya adalah dengan menggeser beban pajak dari konsumsi ke penghasilan dan kekayaan. Pajak progresif, seperti pajak atas penghasilan tinggi, properti mewah, atau keuntungan modal, dapat menjadi solusi untuk memastikan bahwa mereka yang memiliki kemampuan lebih besar berkontribusi lebih banyak. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan pajak harus ditingkatkan agar rakyat percaya bahwa uang yang mereka bayarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan bersama.

Kesimpulan

Kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah kebijakan yang perlu dikritisi karena dampaknya yang tidak proporsional terhadap masyarakat kecil. Kebijakan ini mencerminkan pola eksploitasi yang seharusnya menjadi bagian dari sejarah, bukan realitas masa kini. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa keadilan sosial menjadi inti dari setiap kebijakan fiskal, sehingga rakyat kecil tidak lagi menjadi pihak yang paling dirugikan dalam pembangunan nasional. Pajak bukan sekadar angka; ia adalah cerminan dari nilai-nilai keadilan yang dipegang oleh sebuah bangsa.

Selasa, 15 Oktober 2024

Seseorang tidak Dihukum Tanpa Bukti yang Jelas dan Meyakinkan

 


Terkait berita ini, kita bisa mengingat pernyataan Cesare Beccaria "Tugas hukum adalah untuk memastikan bahwa seseorang tidak dihukum tanpa bukti yang jelas dan meyakinkan" yang mencerminkan prinsip dasar dari sistem peradilan yang adil. Dalam konteks ini, hukum seharusnya berfungsi untuk melindungi hak asasi individu dengan memastikan bahwa setiap tindakan hukum yang diambil didasarkan pada bukti yang kuat dan tidak sekadar spekulasi atau asumsi. Proses hukum yang menghukum seseorang tanpa bukti yang jelas dapat berpotensi menzalimi pihak yang tidak bersalah, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem hukum itu sendiri. Oleh karena itu, tugas hukum adalah menjaga keseimbangan antara penegakan keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak individu, dengan memastikan bahwa setiap keputusan hukum didasarkan pada bukti yang sah dan meyakinkan.

Ini yang mendasari pernyataan saya dalam berita di link berikut https://www.growmedia-indo.com/2024/10/penetapan-eel-sebagai-tersangka-kasus.html

Sabtu, 05 Oktober 2024

Mengapa Pasangan Saipullah Nasution dan Atika Azmi Utammi Nasution Layak Menjadi Bupati & Wakil Bupati Mandailing Natal 2024-2029?

Pasangan Saipullah Nasution dan Atika Azmi Utammi Nasution muncul sebagai salah satu kandidat terkuat untuk memimpin Mandailing Natal dalam periode 2024-2029. Dengan visi yang jelas, pengalaman yang matang, serta komitmen yang tinggi, pasangan ini diyakini mampu membawa perubahan positif bagi daerah. Berikut adalah beberapa alasan mengapa mereka layak mendapatkan dukungan masyarakat.

1. Kepemimpinan yang Berpengalaman

Saipullah Nasution dan Atika Azmi memiliki rekam jejak kepemimpinan yang tidak diragukan lagi. Dengan pengalaman mereka di berbagai sektor, pasangan ini memiliki pemahaman yang mendalam tentang tata kelola pemerintahan serta kebutuhan masyarakat Mandailing Natal. Pengalaman tersebut menjadi modal penting untuk menghadapi berbagai tantangan yang akan dihadapi dalam memimpin daerah.

2. Komitmen terhadap Pembangunan Daerah

Pasangan ini memiliki komitmen kuat untuk memajukan Mandailing Natal, khususnya di bidang infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja. Mereka memahami bahwa pembangunan yang merata adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

3. Dekat dengan Rakyat melalui Pendekatan Partisipatif

Saipullah dan Atika selalu dikenal dekat dengan rakyat. Mereka sering terjun langsung ke lapangan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan merumuskan kebijakan berdasarkan kebutuhan nyata di tengah masyarakat. Pendekatan yang humanis ini menjadikan mereka pemimpin yang tidak hanya bekerja dari balik meja, tetapi benar-benar memahami kondisi di lapangan.

4. Visi Ekonomi Kerakyatan

Pasangan ini membawa visi ekonomi kerakyatan yang menitikberatkan pada pemberdayaan sektor UMKM, pertanian, dan perikanan—tulang punggung ekonomi Mandailing Natal. Dengan strategi yang terukur, mereka berkomitmen menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal.

5. Kredibilitas dan Integritas

Dalam dunia politik, kredibilitas dan integritas adalah hal yang sangat penting. Pasangan ini memiliki rekam jejak bersih serta komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Hal ini menjadikan mereka sosok pemimpin yang dapat dipercaya untuk membawa perubahan tanpa adanya kepentingan pribadi yang mendominasi.

6. Program Nyata untuk Masa Depan Berkelanjutan

Saipullah dan Atika juga memiliki perhatian besar terhadap keberlanjutan, baik dari segi lingkungan, pendidikan, maupun teknologi. Mereka berkomitmen menghadirkan program-program yang fokus pada pengembangan sumber daya manusia serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan agar Mandailing Natal mampu bersaing di era modern.

7. Prioritas pada Pendidikan dan Kesehatan

Pendidikan dan kesehatan menjadi salah satu fokus utama pasangan ini. Dengan meningkatkan akses serta kualitas pendidikan dan layanan kesehatan, mereka berusaha memastikan setiap warga Mandailing Natal mendapatkan hak-hak dasarnya dengan layak. Anak-anak akan mendapatkan pendidikan yang memadai, sementara masyarakat memiliki akses ke layanan kesehatan yang lebih terjangkau dan berkualitas.

Dengan semua visi, misi, dan komitmen yang mereka miliki, pasangan Saipullah Nasution dan Atika Azmi Utammi Nasution membawa harapan baru bagi Mandailing Natal. Mereka menawarkan solusi nyata untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat sekaligus membawa daerah ini ke arah yang lebih maju dan sejahtera.


Jumat, 06 September 2024

Kolonialisme Domestik

Kolonialisme domestik merujuk pada situasi di mana satu kelompok atau wilayah dalam suatu negara mengeksploitasi dan mendominasi kelompok atau wilayah lainnya. Biasanya, kelompok yang dominan ini memiliki kekuatan ekonomi, politik, atau militer yang lebih besar, dan menggunakan kekuatan tersebut untuk mengendalikan sumber daya, hak, dan kesempatan dari kelompok yang lebih lemah. Meskipun biasanya kolonialisme mengacu pada penguasaan oleh bangsa asing, dalam konteks domestik, ini terjadi di dalam perbatasan negara itu sendiri.

Beberapa karakteristik utama dari kolonialisme domestik meliputi:

Eksploitasi sumber daya lokal: Kelompok atau wilayah yang dominan seringkali mengeksploitasi sumber daya alam dari wilayah yang lebih lemah untuk keuntungan mereka sendiri, tanpa memberikan imbalan yang adil.

Marjinalisasi politik: Kelompok yang terdominasi sering kali tidak memiliki akses yang adil ke kekuasaan politik, sehingga suara mereka tidak didengar dalam pengambilan keputusan penting.

Diskriminasi sosial dan ekonomi: Wilayah atau kelompok yang didominasi seringkali berada dalam kondisi sosial-ekonomi yang lebih rendah, dengan akses terbatas terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi.

Dalam beberapa pandangan, kolonialisme domestik dapat dilihat di negara-negara besar di mana ada ketimpangan yang signifikan antara wilayah atau kelompok etnis yang berbeda. Sebagai contoh, ada tudingan bahwa beberapa kebijakan pembangunan yang tidak adil, eksploitasi sumber daya alam, serta ketidaksetaraan sosial dan ekonomi terhadap wilayah-wilayah tertentu dalam suatu negara bisa dianggap sebagai bentuk kolonialisme domestik.

Situasi saat ini: Di banyak negara, masih terlihat pola ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan, antara wilayah kaya dan miskin, serta antara kelompok-kelompok etnis atau suku tertentu. Pemerintah atau kelompok elit di pusat kekuasaan seringkali memonopoli sumber daya, meninggalkan daerah terpencil dan kelompok minoritas dalam kemiskinan dan kekurangan. Misalnya, dalam konteks Indonesia, beberapa orang melihat adanya ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah, terutama di wilayah-wilayah yang kaya sumber daya alam seperti Papua, yang seringkali dilihat sebagai contoh kolonialisme domestik.

Dengan adanya ketimpangan ini, sebagian orang melihat bahwa kolonialisme domestik masih terjadi dalam bentuk eksploitasi dan ketidakadilan yang terjadi di dalam negeri sendiri, meskipun dalam wujud yang terselubung.

Senin, 19 Agustus 2024

Mengikuti Pelatihan Penilaian Kesehatan Koperasi oleh Dinas Koperasi UKM Kabupaten Mandailing Natal


Hari ini, saya mengikuti sebuah pelatihan yang sangat bermanfaat mengenai cara menilai kesehatan koperasi. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kabupaten Mandailing Natal. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta dalam melakukan evaluasi kesehatan koperasi, sehingga dapat membantu koperasi-koperasi di daerah ini untuk berkembang lebih baik dan lebih berkelanjutan.

Pelatihan dimulai dengan sambutan dari Kepala Dinas Koperasi UKM Kabupaten Mandailing Natal, yang menekankan pentingnya peran koperasi dalam perekonomian lokal. Beliau juga menyoroti bahwa koperasi yang sehat dan kuat dapat menjadi pilar penting dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitar.

Materi pelatihan disampaikan oleh beberapa narasumber yang ahli di bidangnya. Mereka memaparkan berbagai indikator yang digunakan dalam penilaian kesehatan koperasi, seperti aspek keuangan, manajemen, dan operasional. Peserta juga diberikan penjelasan mengenai metode dan alat yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja koperasi secara objektif.

Salah satu sesi yang menarik adalah studi kasus, di mana peserta diajak untuk menganalisis laporan keuangan dan situasi operasional dari beberapa koperasi contoh. Melalui sesi ini, peserta dapat lebih memahami bagaimana mengidentifikasi masalah yang mungkin dihadapi oleh koperasi dan mencari solusi yang tepat.

Selain itu, pelatihan ini juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman terkait dengan pengelolaan koperasi. Interaksi dan diskusi ini sangat membantu dalam memperkaya wawasan dan pemahaman peserta mengenai berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi oleh koperasi di lapangan.

Di akhir pelatihan, peserta diharapkan mampu menerapkan ilmu yang didapat dalam penilaian kesehatan koperasi di tempat mereka masing-masing. Dengan demikian, koperasi di Kabupaten Mandailing Natal dapat lebih profesional dan kompetitif dalam menghadapi dinamika ekonomi yang terus berubah.

Mengikuti pelatihan ini merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga memberikan motivasi untuk berkontribusi lebih dalam mengembangkan koperasi yang sehat dan berkelanjutan. Saya sangat berterima kasih kepada Dinas Koperasi UKM Kabupaten Mandailing Natal yang telah menyelenggarakan pelatihan ini dan berharap akan ada lebih banyak lagi kegiatan serupa di masa mendatang.

Rabu, 31 Juli 2024

Adat dalam Bayang-bayang Kekuasaan: Sebuah Renungan Kritis

 

Adat adalah cermin kehidupan suatu komunitas, mengandung nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ia bukan sekadar aturan, melainkan nafas hidup, identitas, dan jiwa sebuah masyarakat. Namun, apa yang terjadi ketika adat, yang sejatinya menjadi pedoman bersama, diubah atau dimodifikasi oleh para pemangku adat dengan sikap elitis dan berorientasi pada kekuasaan? Adakah makna adat itu tetap utuh? Atau ia perlahan menjadi bayangan dari kepentingan segelintir pihak?

Ketika Adat Menjadi Alat

Dalam refleksi ini, muncul kegelisahan tentang bagaimana sikap elitis dari para pemangku adat dapat mengubah wajah adat yang kita kenal. Ketika kekuasaan menjadi orientasi, adat yang semula menjadi milik bersama berubah menjadi alat untuk membangun legitimasi. Nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi fondasi moral masyarakat tergeser oleh aturan-aturan baru yang berfungsi semata-mata untuk menjaga status quo atau memperbesar dominasi pihak tertentu.

Perubahan semacam ini menimbulkan pertanyaan mendalam: apakah adat masih memiliki makna? Apakah ia masih menjadi pedoman yang adil dan jujur, atau justru menjadi instrumen kekuasaan? Dalam situasi ini, adat tidak lagi tampil sebagai warisan kolektif, melainkan sebagai properti eksklusif yang hanya melayani kepentingan segelintir orang.

Adat yang Kehilangan Wajah Aslinya

Kehilangan orisinalitas adalah ancaman nyata ketika adat dimodifikasi tanpa akar historis yang jelas. Adat, yang seharusnya tumbuh dan berkembang secara alami bersama masyarakatnya, berubah menjadi sesuatu yang asing. Ia kehilangan makna sebagai penjaga nilai-nilai luhur dan bergeser menjadi konstruksi baru yang tidak lagi akrab dengan komunitasnya.

Lebih dari itu, ketika pemangku adat bertindak sepihak tanpa mendengar suara masyarakat, adat yang mereka ubah kehilangan keabsahannya. Keabsahan adat tidak semata-mata berasal dari pemangku adat, melainkan dari penerimaan kolektif masyarakat. Jika komunitas tidak lagi merasa terwakili oleh adat yang dimodifikasi, maka adat itu kehilangan jiwa dan fungsi sosialnya.

Renungan tentang Masa Depan

Sebagai bagian dari masyarakat yang hidup di bawah naungan adat, kita perlu merenungkan apa yang terjadi ketika adat kehilangan orisinalitasnya. Distorsi adat tidak hanya berdampak pada kehilangan identitas budaya, tetapi juga memecah belah komunitas. Ketika adat berubah menjadi alat kekuasaan, masyarakat tidak hanya kehilangan panduan moral, tetapi juga kepercayaan terhadap institusi adat itu sendiri.

Adat yang semestinya mempersatukan kini justru menjadi sumber konflik. Mereka yang merasa dilanggar haknya akan mencari cara untuk melawan, dan pada akhirnya, solidaritas yang menjadi kekuatan utama komunitas perlahan terkikis. Dalam jangka panjang, masyarakat bisa kehilangan ikatan mereka dengan adat dan, pada gilirannya, dengan jati diri mereka sendiri.

Menjaga Adat agar Tetap Bermakna

Dalam perenungan ini, kita dihadapkan pada tanggung jawab besar: bagaimana menjaga adat agar tetap bermakna? Adat harus tumbuh secara inklusif, dengan melibatkan semua pihak dalam proses perubahan. Pemangku adat harus kembali pada nilai-nilai dasar yang melandasi keberadaan adat itu sendiri—keadilan, kejujuran, dan kebersamaan.

Hanya dengan cara ini, adat dapat kembali menjadi milik bersama, menjadi cermin yang jernih dari identitas masyarakat. Adat tidak seharusnya menjadi alat kekuasaan, melainkan wadah yang menyatukan, melindungi, dan menuntun. Dalam perjalanan ini, refleksi kita harus selalu berpijak pada pertanyaan mendasar: untuk siapa adat itu dijaga dan diturunkan?

Adat sejatinya adalah warisan kolektif, bukan milik segelintir pihak. Mari menjaga adat dengan hati yang terbuka dan niat yang tulus, agar ia tetap menjadi nafas kehidupan bagi generasi sekarang dan yang akan datang.

Sabtu, 01 Juni 2024

Hasil Bumi dan Keuntungan bagi Indonesia

 

Setelah beberapa kali membaca berita dan artikel di media massa, saya mulai merenungkan tentang hasil bumi yang memberikan penghasilan besar bagi Indonesia. Pikiranku melayang ke perkebunan kelapa sawit, yang seakan menjadi simbol kekuatan ekonomi negara kita. Saya membayangkan hamparan hijau yang luas, pohon-pohon sawit yang menjulang, dan tangan-tangan petani yang sibuk memanen buah-buah merah. Rasanya, kelapa sawit adalah raja tak resmi hasil bumi Indonesia, menopang ekspor dan perekonomian negara.

Namun, pikiranku tak berhenti di situ. Ada juga cerita tentang batubara. Seolah-olah setiap bongkahan hitam yang digali dari perut bumi adalah nyawa bagi industri energi dunia. Saya membaca bahwa Indonesia adalah salah satu eksportir terbesar batubara, dan saya bertanya-tanya, apakah ini berkah atau beban? Di satu sisi, batubara mendatangkan devisa, tetapi di sisi lain, ada bayangan polusi dan dampak lingkungan yang mengintai.

Di sela-sela membaca, saya juga menemukan kabar tentang nikel. Ah, nikel, si logam abu-abu yang menjadi bintang baru perekonomian. Katanya, ini adalah masa depan dunia, bahan utama untuk baterai kendaraan listrik. Ada kebanggaan saat tahu bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Tapi, di balik itu, saya bertanya-tanya: bagaimana nasib ekosistem kita jika terus-menerus dieksploitasi?

Pikiranku juga singgah pada tanaman-tanaman seperti karet, kopi, dan kakao. Saya membayangkan petani-petani di desa yang bekerja keras, menoreh pohon karet di pagi hari, atau memetik biji kopi dan kakao dengan hati-hati. Hasil kerja keras mereka tak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga melanglang buana ke berbagai penjuru dunia. Saya merasa ada keindahan dan romantika tersendiri dalam komoditas ini – hasil bumi yang membawa nama Indonesia harum di pasar internasional.

Namun, saya juga sadar, di balik cerita-cerita kesuksesan ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Bagaimana menjaga keberlanjutan alam, menyeimbangkan eksploitasi dan pelestarian, serta memastikan bahwa kesejahteraan para petani dan pekerja juga diperhatikan? Pertanyaan-pertanyaan ini terus mengusik pikiranku.

Akhirnya, saya menyadari bahwa hasil bumi bukan hanya tentang angka-angka besar dalam laporan ekonomi atau grafik ekspor yang menanjak. Ini juga tentang manusia, lingkungan, dan masa depan. Indonesia memang kaya, tapi tugas kita adalah menjaga agar kekayaan ini tidak menjadi pedang bermata dua. Itulah pelajaran terbesar yang saya dapatkan dari membaca berita-berita tentang hasil bumi Indonesia.

Selasa, 02 April 2024

Mafia

"The mafia's power lies not only in violence but also in the ability to corrupt and manipulate." - Antonio Di Pietro

Kutipan dari Antonio Di Pietro ini menyoroti aspek penting dari pengaruh dan kontrol mafia. Meskipun kekerasan seringkali menjadi aspek yang paling terlihat dan ditakuti dalam operasi mafia, Di Pietro berpendapat bahwa kekuatan mereka jauh melampaui kekuatan fisik. Kemampuan mafia untuk merusak dan memanipulasi institusi, individu, dan seluruh sistem adalah hal yang benar-benar menopang pengaruh mereka.

Korupsi melibatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau untuk melayani kepentingan terlarang. Mafia terkenal suka menyusup ke lembaga-lembaga sah seperti pemerintah, penegak hukum, dan dunia usaha, sering kali melalui penyuapan, pemerasan, atau pemaksaan. Dengan merusak tokoh-tokoh atau sistem-sistem penting, mereka dapat menjamin impunitas atas aktivitas ilegal mereka dan mempertahankan kendali atas wilayah mereka.

Manipulasi mengacu pada keterampilan mafia dalam mengeksploitasi kerentanan dan memanipulasi situasi demi keuntungan mereka. Hal ini dapat berupa memanfaatkan hubungan pribadi, mengeksploitasi celah hukum, atau menggunakan taktik intimidasi untuk mencapai tujuan mereka. Dengan memanipulasi keadaan untuk memenuhi kebutuhan mereka, mafia dapat lebih mengkonsolidasikan kekuasaan mereka dan melindungi perusahaan kriminal mereka.

Kamis, 07 Maret 2024

Meresap dalam Relung Jiwa: Angkara Murka


Dalam keheningan malam, langit memancarkan kegelapan yang mengundang introspeksi. Meresap dalam relung jiwa, aku menemukan puing-puing emosi yang terperangkap dalam labirin kehidupan. Di sinilah, angkara murka mengambang seperti kabut yang menyerap segala kebenaran.


Kesusahan manusia, luka yang teramat dalam, mengundang pertanyaan tentang hakikat keadilan. Namun, di antara bising kehidupan, terdapat mereka yang mengangkangi derita dengan kuasa. Mereka yang menyeret langkah-langkah lemah, menciptakan cakrawala kegelapan di tengah sinar harapan.

Rasa, aliran kekuatan yang mengalir di relung jiwa, menerobos batas-batas kepedihan. Namun, ketika rasa itu dipilih untuk dipersembahkan kepada mereka yang menyengsarakan, ia berubah menjadi sebuah mantra kebencian. Meresap dalam jiwa, menciptakan belitan yang membelenggu kebebasan.

Di sini, di titik temu antara rasa dan realitas, terbentang medan perjuangan yang abadi. Kita berdiri di ambang keputusan, apakah akan membiarkan angkara murka merajalela ataukah memberdayakan cinta untuk menemukan jalan keluar dari kegelapan.

Meresap dalam relung jiwa, kita menemukan panggilan suci untuk mengubah dunia dengan kelembutan dan ketegasan. Menciptakan ruang bagi keadilan, memberikan suara kepada yang tak terdengar, dan menyemai biji-biji perdamaian di antara reruntuhan kebencian.

Jadilah cahaya di tengah gelap, suara bagi yang terpinggirkan, dan kekuatan bagi yang lemah. Dalam meresap dalam relung jiwa, kita menemukan kekuatan sejati: kekuatan untuk menciptakan perubahan yang membawa kedamaian bagi semua.

Selasa, 13 Februari 2024

Memelihara Integritas Demokrasi: Keprihatinan atas Erosi Integritas Proses dan Penyelenggara Pemilu


Sebagai mantan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Panyabungan pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mandailing Natal tahun 2015, ingin rasanya mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaan yang mendalam atas dugaan menurunnya standar moral dan etika di kalangan anggota penyelenggara pemilihan umum saat ini. Berdasarkan pengalaman pernah memimpin panitia pemilihan kecamatan dengan mengedepankan transparansi, keadilan, dan integritas, sedih rasanya jika terkikisnya prinsip-prinsip tersebut terjadi dalam penyelenggaraan-penyelenggaraan pemilu berikutnya.

Selama masa jabatan waktu itu, kami telah mencoba bekerja keras untuk memastikan bahwa proses pemilu dilakukan dengan integritas maksimal. Namun, laporan dan pengamatan terkini menunjukkan adanya tren perilaku kurang berintegritas yang mengkhawatirkan di kalangan anggota penyelenggara saat ini. Hal ini tidak hanya mencoreng reputasi penyelenggara pemilu namun juga menimbulkan pertanyaan mengenai legitimasi hasil pemilu.

Kini, sebagai salah satu calon anggota legislatif yang aktif mengikuti pemilu di tahun 2024 ini, kekhawatiran ini bagi saya semakin memuncak. Ketakutan bahwa para anggota penyelenggara pemilu saat ini mungkin tidak memiliki kepercayaan dan integritas yang diperlukan untuk menegakkan proses pemilu yang bersih merupakan suatu hal yang patut diprihatinkan.

Pemilu berfungsi sebagai landasan masyarakat demokratis, memberikan warga negara kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya dan membentuk masa depan masyarakatnya. Namun, jika lembaga yang bertanggung jawab menyenggarakan dan mengawasi pemilu ini tercemar oleh korupsi dan penyimpangan moral, maka fondasi demokrasi akan runtuh.

Dampak potensial dari anggota panitia pemilu yang tidak dapat dipercaya dan tidak bermoral sangatlah luas. Hal ini tidak hanya melemahkan legitimasi hasil pemilu, namun juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Ketika warga negara meragukan keadilan sistem pemilu, maka seluruh kerangka demokrasi akan berada dalam bahaya, sehingga menyebabkan para pemilih kecewa dan melemahnya landasan demokrasi.

Untuk mengatasi permasalahan ini, tindakan segera harus diambil untuk memulihkan integritas penyelenggara pemilihan umum setiap tingkatan. Transparansi dan akuntabilitas harus diterapkan kembali sebagai nilai-nilai inti, untuk memastikan bahwa proses pemilu tetap menjadi monumen keadilan dan kepercayaan. Hal ini dapat mencakup penyelidikan komprehensif atas dugaan pelanggaran, penerapan pedoman etika yang lebih ketat, dan menumbuhkan budaya tanggung jawab di antara anggota penyelenggara.

Sebagai seorang calon legislatif, kekhawatiran saya tidak hanya terkait kepentingan pribadi, namun juga kepentingan kolektif masyarakat. Pemilu yang adil dan transparan sangat penting untuk menumbuhkan demokrasi dan memastikan bahwa wakil-wakil yang terpilih benar-benar mencerminkan keinginan rakyat.

Berdasarkan pemikiran di atas , kondisi saat ini perlu mendapat perhatian mendesak. Kekhawatiran akan terkikisnya integritas dalam lembaga-lembaga penting ini akan membahayakan prinsip-prinsip demokrasi yang kita junjung tinggi. Di detik-detik menjelang pemilu ini, kami sangat berharap agar tindakan perbaikan segera diambil untuk memulihkan kepercayaan terhadap proses pemilu dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang menjadi fondasi masyarakat kita.

(Abdul Majid Nasution, Wakil Ketua DPC PPP Kab. Madina, Ketua PPK Kec. Panyabungan Pilkada Madina 2015)

Sabtu, 10 Februari 2024

Pemuda Islam: Agen Perubahan dalam Pemilu 2024


Pemuda Islam memegang peran sentral dalam pemilu tahun 2024 di Indonesia. Mereka tidak hanya dituntut untuk menjadi peserta dalam proses demokrasi, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mampu membawa transformasi positif bagi masyarakat. Dengan berkreativitas dan berpikir kritis, pemuda Islam dapat menjawab tantangan zaman dengan solusi yang relevan dan berkelanjutan.

Pentingnya pemuda Islam untuk menjaga istiqomah pada nilai-nilai Islam menjadi kunci dalam meneguhkan peran sentral mereka dalam politik. Istiqomah dalam hal ini tidak hanya berarti mematuhi ajaran agama, tetapi juga berkomitmen untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan yang diajarkan oleh Islam.

Dengan memegang teguh nilai-nilai Islam, pemuda Islam memiliki potensi untuk menjadi kekuatan penentu dalam politik Indonesia. Visi politik mereka yang inklusif dan progresif dapat menjadi jembatan untuk menyatukan beragam kepentingan dan aspirasi masyarakat.

Langkah strategis yang dapat diambil oleh pemuda Islam termasuk berpartisipasi aktif dalam lembaga legislatif. Dengan duduk di kursi parlemen, mereka memiliki platform yang kuat untuk mengadvokasi kepentingan dan aspirasi umat Islam serta masyarakat secara lebih luas.

Selain itu, memengaruhi partai politik juga menjadi kunci dalam mewujudkan visi politik yang diidamkan oleh pemuda Islam. Melalui pengaruh positif dan kolaborasi yang konstruktif, mereka dapat membentuk arah dan agenda politik partai-partai untuk lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Tantangan yang dihadapi oleh pemuda Islam dalam peran sentral mereka dalam pemilu 2024 adalah menghadapi resistensi dan stereotip negatif terhadap Islam dalam konteks politik. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk terus memperjuangkan keterwakilan yang adil dan merangkul pluralitas sebagai bagian integral dari demokrasi yang sehat.

Melalui pendidikan politik yang kuat dan keterlibatan aktif dalam berbagai forum diskusi dan debat, pemuda Islam dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam berpikir kritis dan memahami dinamika politik secara lebih mendalam.

Dengan kesungguhan dan kesabaran, pemuda Islam memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dalam politik Indonesia, menjadikan negara ini lebih inklusif, adil, dan berkeadilan bagi semua warga.

Melestarikan Warisan Budaya Melalui Pengembangan Wisata Bersejarah di Kabupaten Mandailing Natal


Kabupaten Mandailing Natal, yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, kaya akan warisan budaya yang meliputi berbagai etnis, tradisi, dan sejarah yang berharga. Salah satu cara untuk melestarikan warisan ini adalah melalui pengembangan wisata di situs-situs bersejarah yang terkait dengan adat budaya masyarakat setempat. Dengan melibatkan partisipasi aktif warga setempat, upaya ini dapat menjadi motor penggerak dalam menjaga dan mempromosikan kekayaan budaya lokal.

1. Identifikasi dan Pelestarian Situs Bersejarah

Pertama-tama, penting untuk mengidentifikasi situs-situs bersejarah yang memiliki nilai budaya yang tinggi dan perlu dilestarikan. Ini bisa meliputi bangunan-bangunan kuno, situs arkeologi, atau tempat-tempat yang memiliki makna historis dalam tradisi lokal. Upaya pelestarian seperti konservasi bangunan, penelitian sejarah, dan dokumentasi menjadi langkah awal yang penting.

2. Pengembangan Wisata Bersejarah

Setelah situs-situs bersejarah teridentifikasi, langkah berikutnya adalah mengembangkan potensi wisata di sekitar lokasi tersebut. Ini dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas pendukung, seperti papan informasi, jalur wisata, dan tempat parkir yang nyaman bagi pengunjung. Program tur bersejarah yang disertai dengan pemandu lokal dapat memberikan pengalaman yang mendalam bagi wisatawan.

3. Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Partisipasi aktif masyarakat setempat sangat penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan wisata bersejarah. Mereka dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan, mulai dari pemeliharaan situs, menjadi pemandu wisata, hingga menyediakan produk dan jasa pendukung pariwisata. Melalui pelatihan dan pendampingan, warga dapat meningkatkan keterampilan mereka serta mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari aktivitas pariwisata.

4. Edukasi dan Kesadaran Budaya

Pengembangan wisata bersejarah juga harus didukung oleh program-program edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya. Ini bisa dilakukan melalui workshop, seminar, dan kegiatan sosial lainnya yang melibatkan masyarakat lokal, pelajar, dan wisatawan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang nilai budaya, diharapkan akan muncul komitmen yang lebih kuat dalam menjaga warisan tersebut.

5. Kolaborasi dengan Pihak Terkait

Kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga budaya, dunia usaha, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga sangat penting dalam memperkuat upaya pelestarian dan pengembangan wisata bersejarah. Sinergi antara berbagai pihak dapat menghasilkan strategi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam mempromosikan warisan budaya Kabupaten Mandailing Natal.

Pengembangan wisata bersejarah yang melibatkan partisipasi warga setempat bukan hanya tentang melestarikan warisan budaya, tetapi juga tentang menciptakan peluang ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat lokal. Dengan upaya yang terus menerus dan kolaborasi yang solid, Kabupaten Mandailing Natal memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata bersejarah yang terkenal tidak hanya di tingkat regional, tetapi juga internasional.

Inovasi Pertanian Desa: Membangun Kemandirian Pangan Indonesia


Pertanian desa, bagi saya, adalah sebuah pilar utama yang tidak hanya menopang kemandirian pangan Indonesia, tetapi juga mencerminkan keadilan sosial dalam paradigma sosial demokrasi. Ketika saya merenungkan peran ini, saya menyadari bahwa inovasi dalam pertanian desa bukanlah sekadar soal teknologi baru. Lebih dari itu, inovasi ini adalah sarana untuk menciptakan kesetaraan, membangun keadilan sosial, dan mendorong pembangunan ekonomi yang merata.

Dalam perjalanan saya memahami pertanian desa, saya sering bertemu dengan petani kecil. Mereka adalah jiwa dari sistem pangan kita, namun sering kali terabaikan. Kesejahteraan sosial mereka seharusnya menjadi tujuan utama dari setiap langkah kita. Ketika saya melihat program pendidikan dan pelatihan teknis yang ditawarkan kepada mereka, saya merasa optimis. Program ini, jika disertai dengan akses yang lebih baik ke sumber daya dan pasar, bisa menjadi jalan untuk meningkatkan kapasitas mereka. Dalam hati saya, ada harapan bahwa kita semua dapat bekerja untuk memberdayakan mereka agar lebih kuat dan mandiri.

Namun, inovasi tidak berhenti di sana. Saya terpesona dengan teknologi modern seperti pertanian berbasis data, irigasi cerdas, dan metode organik. Teknologi ini membawa janji untuk meningkatkan produktivitas. Tetapi, dalam renungan saya, ada pertanyaan besar: apakah manfaat inovasi ini bisa dirasakan oleh semua? Petani perempuan, kelompok marginal, mereka yang ada di pinggiran—apakah mereka juga akan merasakan dampaknya? Saya percaya, jika inovasi tidak merata, maka itu bukanlah inovasi yang adil.

Kemudian, saya merenungkan keberlanjutan ekologis. Dalam setiap langkah maju yang kita ambil, kita tidak boleh lupa bahwa kita meminjam bumi ini dari generasi mendatang. Saya sering bertanya pada diri sendiri, apakah pertumbuhan ekonomi yang kita cari sudah menghormati lingkungan kita? Apakah inovasi pertanian yang kita dorong sudah benar-benar ramah lingkungan? Dalam hati saya, ada keyakinan bahwa kita harus menjaga ekosistem lokal, mendukung praktik pertanian berkelanjutan, dan memastikan bahwa kita meninggalkan dunia yang lebih baik bagi anak cucu kita.

Tentu saja, semua ini tidak dapat terjadi tanpa dukungan pemerintah. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan kebijakan yang mendukung inovasi pertanian desa. Dalam renungan saya, investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan di pedesaan adalah langkah strategis yang harus menjadi prioritas. Saya percaya bahwa hanya dengan langkah-langkah ini, kita bisa benar-benar menopang kemandirian pangan.

Pada akhirnya, bagi saya, inovasi pertanian desa bukan hanya tentang hasil panen yang melimpah. Ini adalah tentang kesetaraan, keadilan, dan keberlanjutan. Dengan pendekatan yang holistik, saya percaya bahwa Indonesia bisa meraih masa depan yang mandiri di sektor pertanian. Kita bisa menjawab tantangan ketahanan pangan dengan keadilan sosial, memastikan bahwa setiap orang—dari petani kecil hingga konsumen di kota—mendapat manfaat yang setara. Inilah renungan saya, sebuah harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Minggu, 28 Januari 2024

Merangkul Perjalanan: Mengalahkan Kepedihan dalam Mengejar Impian

Dalam mengejar impian kita, jalan sering kali penuh dengan rintangan, dan kadang-kadang, hal itu tampak seperti perjuangan berat yang penuh dengan rasa sakit. Namun, penting untuk diingat bahwa rasa sakit bukanlah jalan buntu; sebaliknya, hal ini merupakan kekuatan pembentuk yang membentuk kita menjadi individu yang lebih kuat dan tangguh.

Setiap kemunduran, setiap momen kesulitan, adalah peluang untuk bertumbuh dan menemukan jati diri. Di masa-masa sulit inilah kita belajar menavigasi jalur rumit impian kita. Setiap cobaan adalah sebuah pelajaran, dan dengan setiap pelajaran muncullah pemahaman yang lebih dalam tentang kemampuan kita sendiri.

Saat Anda melakukan perjalanan menuju cita-cita Anda, jangan berkecil hati karena rasa sakitnya. Sebaliknya, anggaplah hal ini sebagai kekuatan transformatif. Pahami bahwa ketidaknyamanan bukanlah tanda untuk menyerah, melainkan tanda bahwa Anda sedang berkembang. Anda belajar untuk mengatasi, beradaptasi, dan bertahan.

Mengelola rasa sakit adalah sebuah seni, dan Anda adalah seniman takdir Anda. Kembangkan ketahanan untuk menghadapi badai, dan dengan melakukan hal ini, Anda akan menjadi kebal terhadap kesulitan yang dulunya tampak tidak dapat diatasi. Ini bukan tentang menghindari rasa sakit tetapi belajar menari dengannya, mengubah tantangan menjadi batu loncatan menuju tujuan Anda.

Ingat, kepedihan yang Anda tanggung hari ini adalah kekuatan yang akan Anda gunakan esok hari. Ini adalah bukti komitmen dan tekad Anda. Dengan setiap ujian yang dilewati, Anda menjadi versi diri Anda yang lebih halus, diasah oleh pengalaman yang membentuk karakter Anda.

Dan saat Anda melewati badai, bayangkan hari ketika Anda dapat berbagi kisah kemenangan Anda dengan gembira. Rasa sakit itu akan berubah menjadi kisah ketangguhan, ketekunan, dan kemenangan akhir. Perjalanan Anda bukan hanya tentang mencapai tujuan; ini tentang menerima proses, menghargai pertumbuhan, dan merayakan kekuatan yang muncul dari cobaan.

Jadi, jangan cepat menyerah. Rangkullah rasa sakitnya, ambil pelajaran darinya, dan biarkan hal itu membentuk Anda menjadi orang yang Anda cita-citakan. Impian Anda sepadan dengan perjalanannya, dan kegembiraan yang menanti Anda di akhir akan semakin memuaskan karena tantangan yang Anda atasi. Teruslah maju, karena di dalam ketahanan terdapat esensi kemenangan yang sesungguhnya.

Rabu, 24 Januari 2024

Tolak Intimidasi Terhadap Guru Honorer Madina

 


Sebagai seorang yang peduli terhadap keadilan dan hak asasi manusia, saya memiliki harapan besar agar pernyataan saya dapat menjadi pemicu perubahan positif di Mandailing Natal, khususnya dalam perlakuan terhadap guru honorer. Saya berharap semua pihak menyadari bahwa intimidasi dalam bentuk apa pun tidak hanya melukai individu yang bersangkutan, tetapi juga merusak sistem pendidikan dan mencederai nilai-nilai demokrasi yang kita junjung tinggi. Guru adalah garda terdepan dalam mencerdaskan bangsa, dan perjuangan mereka untuk mendapatkan hak yang adil adalah hal yang wajib kita dukung bersama. Dengan adanya perhatian lebih dari masyarakat, saya percaya bahwa tekanan ini dapat berubah menjadi dorongan untuk membangun solidaritas yang lebih kuat di antara elemen masyarakat, khususnya dalam mendukung para guru honorer.

Harapan saya ke depan adalah agar pemerintah daerah dan pihak terkait tidak hanya mendengar, tetapi juga mengambil langkah nyata dalam melindungi dan memperjuangkan hak-hak guru honorer. Intimidasi harus dihentikan, dan ruang untuk berdialog serta mencari solusi bersama harus dibuka seluas-luasnya. Saya juga berharap, melalui pernyataan saya ini, masyarakat semakin berani untuk menyuarakan kebenaran dan melawan ketidakadilan. Dengan kerja sama dari berbagai pihak, saya yakin kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan kondusif, di mana guru honorer dapat menjalankan tugas mereka dengan tenang dan penuh semangat untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa.

Lihat berita terkait di link berikut https://www.jejakinformasi.id/2024/01/sejumlah-elemen-kecam-keras-intimidasi.html

Minggu, 14 Januari 2024

PDI GPI Madina Berharap Poldasu Bisa Bongkar Sindikat Suap Seleksi PPPK Madina


Pada Sabtu, 13 Januari 2024, Saya sebagai Ketua Bidang Politik, Hukum, dan HAM PD GPI Madina, memberikan pernyataan tegas terkait kisruh seleksi PPPK 2023 di Mandailing Natal. Dalam keterangan Saya yang dikutip media, Saya mengapresiasi langkah Polda Sumut yang telah menetapkan DHS, Kepala Dinas Pendidikan Madina, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap. Saya mendesak agar aparat hukum mengusut tuntas dugaan adanya sindikat mafia yang memanipulasi seleksi dengan praktik KKN, maladministrasi, dan manipulasi data honorer. Kasus ini telah mencoreng integritas daerah dan merugikan peserta seleksi yang terzalimi oleh praktik curang demi keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.

Lihat berita tersebut di link berikut https://beritahuta.com/pdi-gpi-madina-berharap-poldasu-bisa-bongkar-sindikat-suap-seleksi-pppk-madina/