Sudah selayaknya kita merasa gembira dan senang dengan kehadiran bulan
ramadhan. Karena inilah kesempatan terbesar bagi kita untuk lebih mendekatkan
diri kepada Dzat yang menciptakan kita. Setelah setahun kita disibukkan dengan
berbagai macam aktivitas memakmurkan dunia, saatnya di bulan ini kita
memakmurkan akhirat. Nabi Muhammad SAW
telah menjanjikan, bahwa selama satu bulan ramadhan ini, di setiap malam, Allah
membebaskan beberapa hamba-Nya yang Dia pilih, dari neraka. Dalam hadis shahih
riwayat Turmudzi, Nabi SAW menyatakan,
“Dan ketika Ramadhan, Allah
membebaskan beberapa orang dari neraka, dan itu terjadi setiap malam.”
Kita tentu sangat berharap, bahwa kita semua termasuk orang yang
dijanjikan bebas dari neraka itu. Mari kita menyambut ramadhan dengan
bersama-sama bersiap untuk menjadi Muslim yang lebih baik.
Sesungguhnya puasa adalah cara untuk menahan diri dari nafsu jasmani
dan memutuskan hasrat-hasrat duniawi yang muncul dari pengaruh bisikan-bisikan
syetan yang ditempatkan pada diri manusia.
Untuk menyikapi bisikan syetan itulah, Allah mengaruniakan hati kepada
manusia. Hati adalah termasuk bala bantuan dari Allah, tetapi penganugrahan
hati tersebut bisa saja malah bergabung dengan barisan syetan yang nantinya
hanya akan membawa manusia menuju ke jurang kenistaan dan kehancuran.
Untuk menaklukan badan kepada jiwa, adalah perlu adanya cara yaitu
dengan jalan melemahkan kekuatan badan demi meningkatkan kekuatan jiwa, dan hal
itu telah dibuktikan dari berbagai penelitian para ahli. Hasilnya bahwa tiada
sesuatu yang semanjur ini seperti lapar dan haus, pembuangan kemauan-kemauan
hawa nafsu dan mengontrol lidah, hati (fikiran) dan anggota-anggota lain,
selain dengan jalan berpuasa. Oleh karena itu, puasa memiliki fungsi untuk
menghidupkan jiwa atau hati.
Syeikh Abdul Qadir al-Jailani dalam karyanya Sirr al-Asrar menyatakan bahwa bila seseorang berpuasa hendaknya
mampu mengharmonikan kondisi lahir dan batinnya, seperti perutnya yang
dikosongkan dari makan dan minum. Jadi, harus ada keseimbangan antara puasa
dari sisi syariat, dan puasa dari sisi ruhani.
Terkait dengan pendapat itu, Ghulam Mu’inuddin mengatakan, Puasa yang
paling baik yaitu puasa dalam dimensi pikiran. Dengan kata lain, ketika puasa
tidak memikirkan apapun kecuali Allah. Puasa yang dikerjakan juga meliputi
pengendalian penglihatan dari segala pandangan yang mengarah pada kejelekan dan
menjauhkan diri dari percakapan yang tidak bermanfaat seperti, berkata dusta,
mefitnah, bicara tidak senonoh dan tindakan-tindakan yang berpura-pura.
Singkatnya, orang-orang yang berpuasa seperti itu harus berupaya untuk berdiam
diri, dan apabila mereka berkata-kata harus yang baik-baik sehingga jalan untuk
mengingat kepada Allah semata akan lebih mudah.
Bagi kita kebanyakan, tentu masih sulit melakukan puasa semacam ini.
Hanya orang-orang tertentu yang telah mempunyai nilai ketakwaan kuat dalam hati
dan tingkah laku di mana dalam fikirannya yang ada hanya Allah semata tidak ada
yang lain. Tetapi yang demikian itu puasa yang dimaksud oleh ajaran agama.
Karena dengan jalan berpuasa yang demikian seseorang akan mampu merasakan
dengan sebenar-benarnya manfaat dari pelaksanaan puasa.
Mari senantiasa berdoa dan memohon taufiq dan petunjuk kepada Allah,
agar kita dimudahkan untuk banyak beribadah di bulan ramadhan ini. Karena tidak
mungkin kita bisa beribadah dengan baik, kecuali atas petunjuk dan taufiq dari
Allah...
“Ya Allah, mudahkanlah kami untuk
selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah sebaik mungkin
kepada-Mu. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihii
ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘aalamiin.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar