Kadang aku heran dengan bang Khairul. Banyak problem, banyak masalah, banyak urusan, banyak kegiatan. Semuanya begitu melelahkan. Dan anehnya, Beliau masih sempat mencari hal-hal yang menyibukkan dirinya sampai-sampai tidak sempat istirahat. Bahkan, meskipun waktu sudah tengah malam, pikirannya masih bisa terus berputar dan berharap agar menghasilkan usaha yang dapat memberikan penghasilan.
Dalam kelelahan dan kisah hidup yang penuh dengan berbagai tantangan seperti ini, beliau masih sempat untuk menulis sebuah novel. Novel yang mencatat setiap detil dari perjalanan hidup ini. Mungkin ini dapat menjadi bentuk terapi atau pelarian dari segala kepenatan yang beliau rasakan. Beliau senantiasa merenung dan mengulik kenangan demi kenangan untuk diabadikan dalam kata-kata.
Aku menjadi terinspirasi dan merasa ikut tertarik untuk berbuat hal yang sama. Menulis novel tentang hidupku juga seolah menjadi proyek besar yang menggoda hatiku. Aku juga merasa, dengan menuliskan segala peristiwa, harapan, dan impian, aku dapat merenung, belajar, dan tumbuh sebagai pribadi. Namun, pikiran ini juga menimbulkan pertanyaan: Bagaimana caranya menulis tentang sesuatu yang sedang terjadi di tengah-tengah perjalanan? Bagaimana aku dapat mencari waktu untuk menulis, ketika hari-hariku sudah dipenuhi dengan aktivitas dan masalah yang tak kunjung usai?
Namun, aku menyadari bahwa keinginan untuk menulis novel ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Justru dari kepenatan dan kesibukan inilah muncul keinginan untuk menyuarakan perasaan dan gagasan lewat tulisan. Dalam upaya ini, aku memahami bahwa aku harus mencari keseimbangan antara kehidupan sehari-hari dan waktu untuk menulis.
Banyak penulis yang menemukan inspirasi dari kisah hidup mereka sendiri. Mungkin melalui proses ini, aku dapat memahami diriku lebih dalam, menemukan solusi untuk masalah yang sedang aku hadapi, atau bahkan memberikan inspirasi bagi orang lain yang mengalami hal serupa. Walaupun mungkin sulit untuk menemukan waktu untuk menulis di tengah rutinitas sehari-hari yang padat, aku yakin bahwa jika aku sungguh-sungguh ingin menuliskannya, aku bisa menemukan celah. Aku akan mencoba mengalokasikan waktu setiap hari, sekecil apapun itu, untuk menulis. Mungkin lima belas menit sebelum tidur, atau mungkin di sela-sela istirahat makan siang.