"Ya. Tentu dong kamu penting." Jawabku.
"Sepenting apa aku ada?" Tanyamu lagi.
"Sepenting desiran angin untuk sampan layar yang mengarungi lautan." Kucoba beranalogi menjawabnya.
"Pabila angin ada.. sampan kan berlayar penuh gairah mencapai tujuan."
"Lalu, kalau aku tak ada?" Katamu menanggapi.
"Ya, jika angin tiada.. tidaklah itu memutus harapan bagi sampan untuk terus berlayar menuju tujuannya.. bukankah ada dayung yang bisa membantu pergerakannya.."
"Dayung bergerak, maka sampan pun berlayar.. walau pun pelan.. namun tak putus harapan.. dia tetap penuh asa.. mngkn suatu waktu angin akan berhembus kembali dan bergerak bersama menuju pulau harapan.."
"Bagimana jika aku cuma menjadi angin lalu?" Sambungmu
"Angin hanya akan menjadi angin lalu jika ia hanya berdesir bergerak lalu tanpa mendorong layar dan membawanya bergerak bersama.."
"Cukup menyedihkan" Suaramu terdengar lirih..
"Jika hanya ingin berlalu.. jadilah angin sepoi sepoi yang menyejukkan di kala terik mentari mendahagakan jiwa dan membakar asa.. agar desiranmu memberi keteduhan dan kesegaran sampai hujan turun menyegarkan bumi.." Ucapku menutup percakapan sore tadi..
(Panyabungan, 27/05/20 15.03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar