Selasa, 21 Januari 2020

Karang Taruna Madina Audensi dengan Bupati Madina



Mandailing Natal, sidaknews.com - Dalam rangka persiapan temu karya Karang Taruna, Pengurus dan Panitia Pelaksana Temu Karya Karang Taruna Kabupaten Mandailing Natal (Madina) silaturahmi dengan Bupati Madina Drs Dahlan Hasan Nasution di rumah dinas, Selasa (21/1).

Turut mendampingi Bupati yaitu Kepala Dinas Pemuda Olahraga Rahmat Hidayat SPd dan mewakili Kepala dinas sosial yaitu Dedi Armansyah Batubara dan Kepala Bagian Humas dan Protokol M. Wildan Nasution SSos.

Sementara dari Karang Taruna hadir pengurus kabupaten dan Ketua Panitia Muhammad Ridwan serta Sekretaris Khairil Amri Nasution.

Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution dalam kesempatan tersebut menyampaikan, Temu Karya Karang Taruna merupakan agenda penting dalam menyusun program kerja ke depan.

"temu karya Karang Taruna harus bisa berjalan dengan baik tanpa melahirkan polemik, apalagi bisa melahirkan perpecahan. Mengingat belakangan ini sudah banyak terjadi dualisme kepengurusan organisasi,"pesan Bupati.

"Berkompetisilah dengan sehat, jangan jadi polemik. Karang Taruna harus bisa jadi contoh yang baik bagi organisasi kepemudaan lainnya yang ada di Kabupaten Madina. Apalagi Karang Taruna adalah organisasi yang langsung dibina dan diayomi Pemerintah, silahkan bersaing tapi harus sesuai aturan dan berjalan sebagaimana mestinya," kata Dahlan.

Bupati menambahkan, Karang Taruna harus berperan membangun lingkungan masyarakat, memediasi apa yang diperlukan masyarakat untuk diteruskan ke pemerintah.

"Silahkan buat gerakan sosial dan keagamaan. Bangun kordinasi dan kerjasama dengan organisasi perangkat daerah. Apa yang bisa kalian lakukan silahkan dikerjakan.

Kondisi masyarakat di pedesaan harus kalian bantu dan fasilitasi ke pemerintah. Kalian harus jadi perpanjangan tangan pemerintah, "Saya selalu tegaskan, masyarakat itu harus mendapat pelayanan yang lebih cepat, termasuk masalah kesehatan. Hal ini juga harus dibantu Karang Taruna. Perkuat Karang Taruna di desa. Bantu masyarakat kita, ada ketemu sama orang miskin yang tidak sanggup sekolah, kalian harus bantu fasilitasi, jangan dibiarkan masyarakat kita menderita," ungkapnya. 

Di sisi lain, Dahlan juga menyebut pembangunan Bagas Godang beralamat di jalan lintas Sumatera Desa Purba Baru tidak lama lagi akan selesai. Bupati berharap supaya Bagas Godang nanti dijadikan sebagai pusat kesenian daerah. Tentunya Karang Taruna harus ikut berperan di dalamnya. (Putra)



Kamis, 16 Januari 2020

Mengapa Training Gagal Memberikan Value for Business?


Pengembangan kompetensi dan produktivitas SDM tak pelak merupakan salah satu elemen kunci untuk memastikan bahwa roda bisnis terus berjalan, menembus masa depan. Itulah kenapa hampir semua perusahaan mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk memberikan program pelatihan dan pengembangan bagi para karyawannya.
Namun acapkali, program learning and development yang menelan dana hingga miliran rupiah per tahun  itu tak kunjung mampu memberikan impak yang optimal. Sebabnya sederhana, dan klasik : hampir semua kegiatan dan program training tak pernah memberikan perhatian yang konsisten untuk melakukan follow up pasca kegiatan training (post training monitoring).
Akibatnya : peserta training hanya mengenang gegap gempita kegiatan pelatihan dalam hitungan minggu (atau bahkan hari). Setelah tiga atau empat bulan, semuanya redup ditelan angin (gone with the wind). Dan apakah kegiatan training itu kemudian memberikan dampak positif bagi kinerja bisnis, ah coba tanyakan saja pada rumput yang bergoyang. Doh.
Itulah kenapa kini saatnya untuk mulai secara serius memberikan perhatian kepada continous learning process, dimana setiap kegiatan training disertai dengan skema monitoring yang jelas dan konsiten. Disini mau didedahkan dua prinsip penting yang layak diingat kalau kita memang ingin melakukan post training activities yang kredibel.
Prinsip yang pertama : kegiatan training sejatinya hanyalah sebauah awal, bukan akhir dari sebuah proses pembelajaran. Kegiatan training – betapapun bagus isi dan speakernya – tak akan pernah mampu mengubah perilaku dan kompetensi, tanpa disertai dengan follow up yang sistematis dan konsisten.
Disini para pengelola SDM semestinya telah merancang skema monitoring yang jelas bahkan sejak sebelum kegiatan training dimulai. Skema monitoring ini menguraikan action plan yang lengkap dan detil mengenai bagaimana mengaplikasikan materi training yang telah diterima.
Misalkan didalamnya diuraikan tentang cara, skedul dan frekuensi penerapan materi training.
Sebagai misal, post training action plan untuk topik pelatihan mengenai leadership skills akan berisikan rencana (skedul dan frekuensi) untuk memberikan coaching kepada anak buah, atau tentang rencana untuk melakukan sesi motivasi dan penetapan goal setting kepada setiap anak buah. Atau juga bisa berupa rencana pendelegasian tugas kepada asistennya.
Semua item action plan itu kemudian secara konsisten dipantau penerapannya; setidaknya dalam periode 6 sampai 12 bulan ke depan, dan dilakukan minimal sebulan sekali dalam sesi khusus monitoring.
Siapa yang melakukan sesi follow up training ini? Ya sang fasilitator training yang dulu memberikan training; dibantu dengan tim dari departemen SDM.
Dalam sesi monitoring pasca training yang dilakukan secara reguler itulah, di-diskusikan progres penerapan action plan : apa saja yang telah dilakukan, bagaimana hasilnya, dan apa yang harus lebih disempurnakan? Dalam sesi-sesi inilah, juga dilibatkan atasan dan anak buah peserta.
Dari mereka akan dapat diperoleh feedback apakah leadership skills sang peserta sudah meningkat dan lebih baik dibanding sebelum training.
Pelaksanaan sesi monitoring dan follow up semacam diatas memang butuh energi dan skills yang memadai. Dan inilah sialnya : banyak pengelola SDM di negeri ini yang gagal melakukan proses tersebut secara kredibel.
Prinsip kedua yang juga penting adalah ini : akan lebih baik lagi jika proses follow up training yang sistematis seperti diatas disertai dengan pengukuran dampaknya terhadap kinerja bisnis.
Dan persis melalui skema monitoring yang reguler itulah, maka impak training bisa diukur dengan lebih akurat. Misal : setelah training leadership skills, apakah indeks kepuasan pegawai menjadi lebih baik?
Asumsinya, jika leadership skills meningkat, maka proses pembinaan anak buah menjadi kian baik, dan ujungnya makin meningkatkan level kepuasan para pegawai.
Sekali lagi, pesan kuat yang mau dibentangkan disini adalah : kegiatan training tak akan pernah menjelma menjadi proses keunggulan TANPA disertai dengan follow up monitoring yang konsisten dan kredibel.
Sudah saatnya bagi para pengelola SDM untuk benar-benar dengan tekun menyiapkan metodologi, sumber daya dan energi guna membangun sistem follow up training yang terpadu dan berkelanjutan.
Sebab hanya dengan itulah, learning activity akan benar-benar mampu menjadi driver bagi tumbuhnya kinerja bisnis yang kinclong nan berkibar-kibar.
 _______________________________


Kiat Paling Paten to Improve Your Skills and Competency Level


Anda semua pasti ingin agar skills dan level kompetensi yang Anda miliki bisa terus tumbuh dan berkembang. Sebab dengan itu, potensi yang menempel dalam sekujur raga Anda bisa terus menemukan taman subur untuk bermekaran. Sebab dengan itu, jejak kontribusi yang Anda pahatkan bisa terus tergambar dengan penuh keindahan.

Entah Anda seorang pekerja profesional ataupun insan pelaku bisnis, pada akhirnya level skills dan kompetensi-lah yang akan menjadi pembeda : apakah organisasi tempat Anda berkiprah akan terus melesat, atau termehek-mehek dalam kubangan kinerja yang buruk dan memilukan.

Lalu, cara apa yang paling ampuh untuk mengembangkan level skill dan kompetensi kita? Cara paling paten yang bisa kita anyam untuk merajut hamparan kinerja individu yang rancak nan menggetarkan?

Beruntung, arena untuk menempa kompetensi itu terus bertebaran dimana-mana. Setiap tahun, perusahaan mengeluarkan investasi hingga milyaran rupiah untuk melaksanakan pelatihan bagi karyawannya – entah dalam bentuk in house training ataupun via public workshop.

Sementara itu, beragam seminar untuk peningkatan kompetensi terus muncul dengan aneka tema : mulai dari cara memulai bisnis dengan modal kartu kredit, cara berkomunikasi dengan efektif hingga pelatihan teknik praktis untuk menyedot WC.

Tak ada yang salah dengan semua pelatihan dan seminar itu. Namun sejumlah riset menunjukkan bahwa class room training and seminar merupakan cara yang paling TIDAK efektif untuk meningkatkan kompetensi dan ketrampilan. Doh.

Kalau begitu, lalu cara apa yang lebih ampuh? Beragam studi dengan jelas menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mengembangkan kompetensi adalah melalui ini : praktek yang berbasis pada pengalaman nyata. Practices – lots of practices — based on real experiences.

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Ah, kita suka lupa dengan pepatah klasik ini. Padahal, penelitian empirik membuktikan bahwa melalui serangkaian praktek berbasis pengalaman nyata-lah, maka proses pengembangan kompetensi bisa berjalan secara optimal.

Berangkat dari prinsip simpel dan fundamental itulah, kini kemudian dikenal apa yang disebut sebagai “action-based learning process”. Atau proses pembelajaran berbasis pengalaman dan tindakan nyata (action).

Cara konkritnya begini : proses pembelajaran biasanya dilakukan dalam rentang 3 hingga 6 bulan, dan dipecah dalam sesi-sesi pertemuan mingguan atau dua-mingguan (weekly atau bi-weekly meeting) selama dua hingga tiga jam.

Apa yang dipelajari dalam sesi-sesi pertemuan itu? Materinya bisa beragam – bisa tentang leadership skills, communication skills, creativity, atau tema teknis seperti project management, talent development system, dan business strategy.

Namun konten utamanya selalu berbasis pada pengalaman dan praktek nyata para pesertanya. Adakalanya, fasilitator memberikan tugas praktek (atau real project) yang harus dijalankan oleh para partisipan. Melalui penugasan dan real projects inilah, para peserta terus di-dorong untuk mempraktekkan langsung materi-materi yang di-jadikan tema pembelajaran.

Nah, dalam sesi-sesi pertemuan itu, fasilitator kemudian berperan untuk “men-struktur-kan pengalaman nyata para pesertanya” ke dalam poin-poin pembelajaran yang ampuh. Beragam tindakan nyata dan praktek langsung peserta digali dan di-eksplorasi. Dan kemudian di-refleksi-kan menjadi learning points yang bermakna dan menghujam di benak peserta (menghujam sebab benar-benar berbasis pada pengalaman nyata).

Dalam proses itu, fasilitator lebih berperan sebagai coach (dan bukan instruktur yang memberi kuliah bertele-tele). Sebagai coach, fasilitator berperan memberikan feedback serta insight kepada para peserta atas pengalaman nyata yang telah mereka praktekkan. Dan kemudian menyerap poin-poin pembalajaran yang bisa dipetik dari praktek/pengalaman riil itu.

Learning by doing. Learning based on real experiences. Inilah sejatinya cara paling paten untuk meningkatkan level kompetensi dan skills Anda semua.

Para pengelola SDM di semua organisasi/perusahaan harus segera menyusun rencana serius untuk mulai mempraktekkan pendekatan ini. Dan bukan hanya sekedar buang uang ratusan juta untuk mengirim karyawannya pergi ikut training, dan setelah tiga bulan, semua materi menguap tanpa bekas. Lenyap bersama angin. Gone with the wind.
___________________________


Dapatkan 10 Panduan Hebat untuk meningkatkan Kemampuan Manajemen HR Anda. Kunjungi link berikut http://edubisnis.net/dap/a/?a=2489&p=http://edubisnis.net/hr-management-masterclass/

Cara Ampuh Mendesain Human Capital Strategy Kelas Dunia



Great organization is always built by great people. Begitu sebuah kredo yang layak selalu kita kenang. Jim Collin dalam masterpiece-nya, Good to Great juga menulis, perusahaan-perusahaan legendaris selalu mengawali langkahnya dengan statement seperti ini : First Who, then What (cari dulu orang terbaik, baru berpikir tentang strategi.  Bukan sebaliknya).
Maka meracik human capital strategy yang mencorong merupakan sebuah keharusan.
Apa saja konten human capital strategy yang layak ditelisik? Sajian ini akan membedahnya untuk Anda semua.
Sejatinya, setiap human capital strategy yang solid harus selalu diberangkatkan dari keseluruhan fase dalam fungsi SDM : mulai dari fase rekrutmen, pengelolaan kinerja, hingga ke tahapan pengembangan karir dan motivasi setiap anggota organisasi.
Dalam fase rekrutmen, nyaris semua Manajer HRD di tanah air punya keluhan yang klasik : kini makin susah mendapatkan manajer-manajer (middle level managers) yang andal. Talent war – bajak membajak talenta terbaik – akhirnya menjadi sebuah fakta yang tak terelakkan.
Sebab seperti yang pernah diteliti oleh Boston Consulting Group, dalam kurun 15 tahun ke depan Indonesia memang akan sangat kekurangan manajer-manajer andal untuk menopang laju pertumbuhan bisnis yang kian kencang.
Pada sisi lain, karyawan baru dari level Fresh Graduates yang datang dari Generasi Y (atau Millenial Generation or Digital Generation) juga acap dipandang punya etos kerja yang lebih letoy dibanding generasi jaman pre-internet.
Mungkin kultur digital life yang serba bergegas, serba penuh distraksi ikut membentuk “budaya kerja baru” di kalangan para generasi Milenial.
Tantangan merekrut manajer-manajer andal ada baiknya diselesaikan dengan cara membangun Leadership Center yang berkelas (semacam GE Learning Academy, misalnya).
Membangun calon-calon manajer masa depan secara internal, meski butuh waktu dan energi yang tak sedikit, menjanjikan adanya supply manajer yang lebih konstan. Dan siap ditarik untuk menghela ekspansi bisnis yang kencang.
Generasi Milenial (fresh graduates) layak dikelola dengan cara-cara yang inovatif. Jika perusahaan mampu menyediakan platform mobile learning atau mobile work application (apps) yang keren dan multifungsi, mungkin itu bisa membuat generasi internet itu lebih terpacu produktivitasnya (sebab dunia mereka saat ini memang sudah bergerak ke arah “mobile digital life”).
Dalam fase pengelolaan kinerja, setiap organisasi bisnis kini sudah saatnya bergerak ke arah result yang terukur (dengan performance scorecard dan measurement yang obyektif). Strategi pengelolaan kinerja tak akan pernah bergerak kemana-mana saat organisasi itu tidak punya indikator kinerja yang jelas dan terukur untuk beragam posisi kunci dalam perusahaannya.
Pengelolaan kinerja berbasis KPI (key performance indicators) dengan kata lain menjadi sebuah kebutuhan yang layak segera diaplikasikan. Dan ini dia : hasilnya perlu terus direview secara tekun dan konsisten agar terbagun apa yang disebut sebagai “performance-based culture”.
Dalam fase training and development, mungkin sudah saatnya ditinggalkan pola hit and run : beri training kepada karyawan, setelah itu ditinggalkan begitu saja. Tidak ada pemantauan yang sistematis. Tidak ada ikhtiar untuk mengukur dampaknya terhadap kinerja bisnis. Manfaat training hanya akan “lalu bersama angin” – gone with the wind.
Pola action-based learning, atau pelatihan yang berbasis pada problem-problem nyata yang ada dalam pekerjaan terbukti lebih efektif. Dalam proses ini, kegiatan training berlangsung secara kontinyu, dalam sesi-sesi pertemuan pendek (2 jam setiap minggu, dalam periode enam bulan).
Dalam periode itu, terus dilakukan proses check and recheck : apakah materi pelatihan benar-benar berdampaknya nyata bagi peningkatan kinerja tim atau tidak.
Dalam fase talent management, sudah saatnya pengelola HRD menerapkan prinsip Pareto : fokuskan semua energi pada hanya posisi-posisi kunci dalam perusahaan (yang seringkali jumlahnya hanya 30%). Namun sejalan dengan prinsip Pareto : yang 30 % ini acapkali men-drive 80% kinerja bisnis perusahaan.
Agak aneh, jika perusahaan bernafsu untuk melakukan pengembangan Talent pada SEMUA POSISI. Pendekatan bergaya sosialis ini hanya akan menghabiskan terlalu banyak dana, energi dan tidak ada fokus.
Maka lakukan identifikasi pada 30% – 40% posisi-posisi yang krusial bagi hidup matinya perusahaan. Posisi-posisi yang jika tidak ada, segera akan membuat perusahaan mati dan gagal beroperasi. Lalu, alokasikan segenap energi dan pikiran untuk membuat yang 40% itu bisa memiliki kualitas setara kelas dunia.
Demikianlah beberapa poin dan fase yang layak dielaborasi saat kita hendak meracik strategi human capital yang solid dan mumpuni.
Great people will grow our business. Bad people will destroy our future.

__________________________________________________________

Dapatkan 10 Panduan Hebat untuk meningkatkan Kemampuan Manajemen HR Anda. Kunjungi link berikut http://edubisnis.net/dap/a/?a=2489&p=http://edubisnis.net/hr-management-masterclass/



Sabtu, 04 Januari 2020

Cemas

Sebagian besar kecemasan kita mungkin berasal dari perasaan berlebihan tentang pentingnya proyek dan perhatian kita sendiri. Kita tersiksa oleh cita-cita dan oleh rasa berat hati yang menghukum diri dari apa yang telah kita lakukan.

Pikiran negatif dapat berakar dalam pikiran kita dan menambah parah situasi. Salah satu caranya adalah dengan menantang ketakutan kita, bertanya apakah itu benar, dan melihat di mana kita dapat mengambil kembali kendali.