Sabtu, 15 Maret 2025

Ketika Bayangan Dwifungsi Kembali Menjelma

Hari ini, aku kembali merenungi siaran berita, ditemani secangkir kopi yang sudah hampir dingin. Di tengah hiruk pikuk kehidupan bernegara, satu keputusan besar dari DPR RI menggema di benakku: pengesahan revisi Undang-Undang TNI. Sebagai seorang yang pernah kuliah hukum, aku merasa terpanggil untuk mencatatnya. Bukan sekadar sebagai fakta, tetapi sebagai suara kegelisahan.

Revisi itu memperluas peran militer, menambah tugas mereka dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), dan lebih jauh lagi, memperbesar peluang anggota TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil. Sekilas, ini mungkin terlihat sebagai bentuk adaptasi atas kebutuhan zaman. Tapi apakah demokrasi kita cukup kokoh untuk menampung perluasan ini tanpa menimbulkan ketimpangan kuasa?

Kekhawatiran banyak pihak ini bukan tanpa dasar. Konsep dwifungsi militer yang pernah kita tinggalkan—dengan susah payah pasca reformasi—kini terasa seperti bayangan yang kembali. Aku teringat kuliah-kuliah konstitusi di mana peran sipil dan militer mesti dibedakan dengan tegas, demi menjaga keseimbangan dalam sistem ketatanegaraan.

Lebih dari 26.000 orang menandatangani petisi online menolak revisi ini. Itu bukan sekadar angka. Itu adalah suara publik yang khawatir. Suara yang sadar bahwa demokrasi bisa tergerus bukan hanya oleh kekuasaan yang otoriter, tapi juga oleh ketidaksadaran kita dalam membatasi kekuasaan itu sendiri.

Aku percaya hukum adalah penjaga nilai. Tapi siapa yang menjaga hukum ketika ia mulai ditulis dengan arah yang membingungkan? Aku tidak anti militer. Aku hormat pada mereka yang menjaga kedaulatan. Tapi ketika tugas-tugas sipil mulai menjadi bagian dari peran militer secara institusional, aku mulai bertanya: siapa yang akan mengawasi ketika semua fungsi mulai menyatu?

Malam ini, aku menutup catatan harian dengan hati yang belum tenang. Demokrasi kita sedang diuji. Dan sejarah—selalu punya cara untuk mencatat siapa yang berjaga, dan siapa yang terlelap.

Kamis, 13 Februari 2025

Diari Politik: Sidang PHPU Pilkada Madina 2025

Hari ini, 13 Februari 2025, menjadi salah satu hari yang menegangkan dalam perjalanan demokrasi di Mandailing Natal. Aku mengikuti siaran langsung dari Mahkamah Konstitusi di Jakarta, tempat berlangsungnya sidang lanjutan sengketa hasil Pilkada Bupati Mandailing Natal. Rasanya campur aduk—antara harap, cemas, dan penasaran.

Pasangan calon nomor urut 01, Harun Mustafa Nasution dan M. Ichwan Husein NST, menggugat hasil Pilkada. Mereka menyoroti persoalan LHKPN yang diserahkan oleh lawan mereka—pasangan nomor urut 02, Saipullah Nasution dan Atika Azmi Utammi—yang katanya terlambat. Sebuah hal yang bisa jadi sangat teknis, tapi dalam kontestasi politik, bisa berubah menjadi sangat strategis.

Di ruang sidang MK, argumen dan sanggahan saling bersahutan. Tim hukum dari kedua belah pihak mencoba membuktikan kebenaran dari sudut pandang masing-masing. Tapi yang paling ditunggu-tunggu adalah suara palu hakim konstitusi. Dan akhirnya, putusan dibacakan: MK menolak gugatan pasangan 01. Mereka menyatakan bahwa penyerahan LHKPN oleh pasangan 02 sudah sesuai aturan, dan tidak ada pelanggaran substansial dalam proses pencalonan.

Aku menutup laptop dengan pelan. Di balik segala hiruk pikuk dan strategi, ternyata demokrasi masih berjalan lewat jalurnya. Kadang tak memuaskan semua pihak, tapi tetap menjadi jalan tengah yang sahih dalam menyelesaikan sengketa. Bagi rakyat seperti aku, semoga ini bukan sekadar soal siapa menang dan kalah, tapi tentang memastikan bahwa proses tetap adil dan bermartabat.

Hari ini, politik terasa begitu nyata. Bukan sekadar spanduk dan orasi, tapi tentang kepercayaan dan hukum yang sedang diuji. 

Minggu, 26 Januari 2025

Januari yang Sunyi: Catatan tentang Ribuan yang Kehilangan Pekerjaan

Januari 2025 belum juga usai ketika berita itu sampai ke telinga saya—sebanyak 3.325 pekerja kehilangan pekerjaannya bulan ini. DKI Jakarta menjadi penyumbang angka terbesar: 2.650 orang. Sejenak saya terdiam, bukan karena terkejut, tapi karena nyaris terbiasa.

Saya membayangkan pagi hari di rumah-rumah para pekerja itu. Sarapan yang tak lagi tergesa, kerah baju yang tak lagi dirapikan, dan langkah kaki yang kehilangan arah. PHK memang bukan hanya soal statistik; ia adalah cerita tentang mimpi yang ditangguhkan dan dapur yang harus tetap menyala.

Yang membuat hati saya lebih nyeri, angka ini nyaris sama dengan Januari tahun lalu. Seolah-olah, bagi sebagian orang, Januari bukan bulan awal yang penuh harap, tapi bulan perpisahan yang berulang. Apakah kita benar-benar belajar dari waktu ke waktu? Ataukah sistem kita hanya pandai menghitung korban, tapi gagal mencegahnya?

Di antara deretan angka, ada wajah-wajah manusia. Ada ayah yang pulang lebih awal, ibu yang berusaha tersenyum di depan anak-anaknya, dan anak muda yang tiba-tiba kehilangan arah setelah baru saja menggapai impian kecilnya.

Saya menulis ini bukan untuk menawarkan solusi besar. Hanya untuk mengingatkan diri sendiri dan siapa saja yang membaca—bahwa statistik itu nyata, dan di balik setiap angka ada kisah yang layak didengar.

Semoga Februari membawa harapan, bukan berita buruk yang serupa.

Abdul Majid

Rabu, 01 Januari 2025

Langkah Awal di Tahun Baru: Komitmen untuk Logistik Rumah Sakit yang Lebih Baik


Hari ini, saya mencoba untuk penuh semangat dan optimisme memulai tahun baru, terutama setelah menghabiskan waktu merenungkan peran yang saya emban di Unit Logistik Umum Rumah Sakit Umum Permata Madina Panyabungan. Betapa pentingnya keberadaan logistik umum dalam mendukung operasional rumah sakit membuat saya merasa bahwa tanggung jawab ini adalah bagian dari kontribusi saya bagi masyarakat.

Saya memulai hari dengan meninjau draft program kerja Unit Logistik Umum untuk tahun 2025. Program ini disusun berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya dan kebutuhan yang terus berkembang. Membaca kembali detailnya, saya semakin memahami bahwa setiap langkah yang diambil harus berorientasi pada efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan. Dalam kepala saya terlintas visi: bagaimana kami dapat mendukung rumah sakit menjadi penyedia layanan kesehatan yang profesional dan terpercaya, dengan pengelolaan logistik yang responsif dan transparan.

Salah satu hal yang menjadi perhatian utama saya hari ini adalah rencana peningkatan manajemen persediaan dan sistem pencatatan. Saya sadar, dengan jumlah pasien yang terus meningkat, tantangan untuk memastikan ketersediaan logistik akan semakin besar. Namun, saya yakin dengan koordinasi lintas unit yang lebih baik, kami bisa mengatasinya.

Selain itu, efisiensi anggaran juga menjadi titik fokus. Kami harus lebih bijak dalam mengelola sumber daya, memastikan tidak ada pemborosan sekaligus menghindari kekurangan stok barang. Dalam pikiran saya, upaya ini bukan hanya soal angka, tetapi juga tanggung jawab moral untuk memastikan setiap langkah membawa manfaat bagi pasien dan semua pihak yang terlibat. 

Hari ini ditutup dengan refleksi. Saya merasa bersyukur diberi kesempatan untuk terlibat dalam sesuatu yang besar, yang tidak hanya berdampak pada institusi, tetapi juga pada masyarakat luas. Tahun 2025 adalah awal baru yang penuh tantangan, tetapi saya percaya, dengan komitmen dan kerja keras, kami bisa mencapainya.

Semoga semua usaha ini membawa keberkahan dan manfaat.