Akhir April 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) bikin gebrakan besar. Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa hanya orang perorangan yang boleh melaporkan pencemaran nama baik. Artinya, pemerintah, perusahaan, atau lembaga negara nggak bisa lagi bawa-bawa pasal pencemaran nama baik untuk membungkam kritik.
Putusan ini muncul setelah gugatan dari aktivis lingkungan, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, yang resah karena pasal pencemaran nama baik sering dipakai untuk menekan warga yang vokal. Bayangkan, dulu perusahaan besar atau pejabat bisa dengan mudah melaporkan orang yang mengkritik. Sekarang, jalannya sudah ditutup MK.
Kenapa Penting?
Kebebasan berekspresi di Indonesia memang sering “nyangkut”
gara-gara pasal pencemaran nama baik. Aktivis, jurnalis, bahkan warganet biasa
pernah berurusan dengan hukum karena mengkritik kebijakan atau perusahaan.
Dengan putusan ini:
- Warga
lebih aman bicara soal kebijakan publik, korupsi, atau isu lingkungan.
- Perusahaan
dan pemerintah tetap bisa klarifikasi, tapi lewat hak jawab atau
saluran resmi, bukan dengan laporan pidana.
- Pengadilan otomatis akan menolak laporan pencemaran nama baik dari badan hukum atau lembaga.
Dasar Hukumnya
MK menegaskan bahwa hak atas nama baik itu hak pribadi. Jadi yang boleh merasa tersinggung dan melapor hanyalah orang, bukan institusi. Putusan ini juga sejalan dengan UUD 1945 Pasal 28E dan 28F, yang menjamin kebebasan berpendapat dan hak atas informasi.
Apa Dampaknya Buat Kita?
Kalau kamu sering bersuara soal isu publik—entah di medsos,
blog, atau forum—putusan ini jelas memberi napas lega. Kritik tetap boleh, asal
tentu saja tetap berpegang pada etika.
Di sisi lain, bagi pejabat atau korporasi, cara terbaik untuk menanggapi kritik adalah dengan transparansi dan klarifikasi, bukan lagi dengan ancaman hukum.
Putusan MK ini jadi momen penting. Ia mengirim pesan kuat: kebebasan
berekspresi adalah fondasi demokrasi, dan tidak boleh gampang dipasung hanya
karena kritik membuat pihak berkuasa risih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar