Januari 2025 belum juga usai ketika berita itu sampai ke telinga saya—sebanyak 3.325 pekerja kehilangan pekerjaannya bulan ini. DKI Jakarta menjadi penyumbang angka terbesar: 2.650 orang. Sejenak saya terdiam, bukan karena terkejut, tapi karena nyaris terbiasa.
Saya membayangkan pagi hari di rumah-rumah para pekerja itu.
Sarapan yang tak lagi tergesa, kerah baju yang tak lagi dirapikan, dan langkah
kaki yang kehilangan arah. PHK memang bukan hanya soal statistik; ia adalah
cerita tentang mimpi yang ditangguhkan dan dapur yang harus tetap menyala.
Yang membuat hati saya lebih nyeri, angka ini nyaris sama
dengan Januari tahun lalu. Seolah-olah, bagi sebagian orang, Januari bukan
bulan awal yang penuh harap, tapi bulan perpisahan yang berulang. Apakah kita
benar-benar belajar dari waktu ke waktu? Ataukah sistem kita hanya pandai
menghitung korban, tapi gagal mencegahnya?
Di antara deretan angka, ada wajah-wajah manusia. Ada ayah
yang pulang lebih awal, ibu yang berusaha tersenyum di depan anak-anaknya, dan
anak muda yang tiba-tiba kehilangan arah setelah baru saja menggapai impian
kecilnya.
Saya menulis ini bukan untuk menawarkan solusi besar. Hanya
untuk mengingatkan diri sendiri dan siapa saja yang membaca—bahwa statistik itu
nyata, dan di balik setiap angka ada kisah yang layak didengar.
Semoga Februari membawa harapan, bukan berita buruk yang serupa.
— Abdul Majid