Tampilkan postingan dengan label buruh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label buruh. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Januari 2025

Januari yang Sunyi: Catatan tentang Ribuan yang Kehilangan Pekerjaan

Januari 2025 belum juga usai ketika berita itu sampai ke telinga saya—sebanyak 3.325 pekerja kehilangan pekerjaannya bulan ini. DKI Jakarta menjadi penyumbang angka terbesar: 2.650 orang. Sejenak saya terdiam, bukan karena terkejut, tapi karena nyaris terbiasa.

Saya membayangkan pagi hari di rumah-rumah para pekerja itu. Sarapan yang tak lagi tergesa, kerah baju yang tak lagi dirapikan, dan langkah kaki yang kehilangan arah. PHK memang bukan hanya soal statistik; ia adalah cerita tentang mimpi yang ditangguhkan dan dapur yang harus tetap menyala.

Yang membuat hati saya lebih nyeri, angka ini nyaris sama dengan Januari tahun lalu. Seolah-olah, bagi sebagian orang, Januari bukan bulan awal yang penuh harap, tapi bulan perpisahan yang berulang. Apakah kita benar-benar belajar dari waktu ke waktu? Ataukah sistem kita hanya pandai menghitung korban, tapi gagal mencegahnya?

Di antara deretan angka, ada wajah-wajah manusia. Ada ayah yang pulang lebih awal, ibu yang berusaha tersenyum di depan anak-anaknya, dan anak muda yang tiba-tiba kehilangan arah setelah baru saja menggapai impian kecilnya.

Saya menulis ini bukan untuk menawarkan solusi besar. Hanya untuk mengingatkan diri sendiri dan siapa saja yang membaca—bahwa statistik itu nyata, dan di balik setiap angka ada kisah yang layak didengar.

Semoga Februari membawa harapan, bukan berita buruk yang serupa.

Abdul Majid

Rabu, 01 Mei 2024

Harapan dan Doa di Hari Buruh


Rabu, 1 Mei 2024

Hari ini adalah Hari Buruh, sebuah momen yang selalu diperingati dengan semangat perjuangan dan solidaritas. Sebagai seorang karyawan di perusahaan swasta, saya hanya bisa mengikuti peringatan ini melalui layar televisi. Berbagai tayangan dari berbagai kota menunjukkan semangat buruh yang begitu menginspirasi. Ada demonstrasi damai, orasi penuh semangat, dan tuntutan untuk kesejahteraan yang lebih baik. Semua itu menggambarkan bahwa perjuangan buruh belum selesai.

Di Jakarta, ribuan buruh berkumpul di depan Istana Merdeka, membawa spanduk dan poster dengan tulisan tuntutan mereka. Di Bandung, suasana lebih cair dengan pawai budaya yang melibatkan keluarga para buruh. Di Surabaya, aksi dilakukan di depan Gedung Negara Grahadi, dengan orasi yang lantang namun tetap damai. Dari layar televisi, saya merasakan kebersamaan yang luar biasa di antara para buruh di seluruh Indonesia.

Namun, di balik semua itu, saya merenung. Sebagai buruh yang tidak bisa turut serta dalam peringatan ini, saya merasa ada jarak antara diri saya dan perjuangan yang sedang mereka gaungkan. Kesibukan dan tanggung jawab pekerjaan membuat saya hanya bisa menjadi penonton dari perjuangan ini. Tapi, di dalam hati, saya tetap mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi mereka.

Harapan saya sederhana namun besar. Saya berharap agar semua tuntutan buruh hari ini didengar oleh para pemangku kebijakan. Saya berharap agar kesejahteraan buruh meningkat, hak-hak mereka dipenuhi, dan lingkungan kerja semakin kondusif. Saya juga berharap agar perjuangan ini tidak berhenti di sini, namun terus berlanjut hingga semua buruh dapat hidup dengan layak dan sejahtera.

Doa saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga Engkau memberikan kekuatan kepada semua buruh di negeri ini. Kuatkan mereka dalam perjuangan, beri mereka hikmah dalam menyampaikan tuntutan, dan bukakan hati para pemimpin kami agar lebih peduli terhadap nasib buruh. Semoga, di masa depan, Hari Buruh bukan lagi menjadi hari penuh tuntutan, melainkan hari syukur atas kesejahteraan yang telah diraih bersama.

Amin.

Kamis, 01 Mei 2008

Disedot Sampai Pucat

bagaimana pabrik? mogok?

pecat! mesin tak boleh berhenti
maka mengalirlah tenaga murah
mbak ayu kakang dari desa

disedot
sampai pucat

Buruh-buruh - Wiji Thukul