Selasa, 15 Juli 2025

Air yang Tenang



Seperti air yang tenang mengusap tepi,
kau hadir bukan untuk menerjang,
melainkan menenangkan badai yang menghuni,
suara gaduh yang lelah dalam riuh terang.

Bukan gelegak yang kau bawa,
melainkan napas dalam dan sabar langkah,
mengalir, pelan namun pasti arahnya,
menuju cakrawala di ujung asa dan cita.

Kekuatanmu bukan dalam teriakan,
tapi dalam diam yang menyejukkan,
menyentuh hati yang karam dalam kebingungan,
membimbing jiwa pulang dalam pelukan ketenangan.

Biarlah dunia tergesa dan berseru,
kau tetap melaju, walau perlahan,
karena tujuan tak perlu gemuruh,
cukup aliran yang setia pada harapan.

Selasa, 08 Juli 2025

Menerima Koreksi, Menyampaikan Perspektif


Hari ini, seperti hari-hari lainnya, saya belajar lagi satu hal penting di dunia kerja: bahwa komunikasi bukan hanya soal menyampaikan, tapi juga soal memahami—dan lebih jauh lagi, menyambungkan dua sisi dari satu kenyataan.

Ada satu momen hari ini ketika saya menerima koreksi dari atasan. Sebuah catatan yang disampaikan dengan niat baik, untuk kebaikan bersama dan untuk perbaikan sistem. Saya menyimaknya dengan rasa hormat dan penuh perhatian, meskipun jujur, hati kecil saya sempat tersentuh—bukan karena saya merasa disalahkan, tetapi karena saya merasa belum sepenuhnya mampu memperlihatkan niat dan usaha saya yang sebenarnya.

Dalam hati saya berkata, “Terima kasih atas perhatian dan koreksi yang disampaikan. Saya mohon izin untuk menjelaskan sedikit dari sisi saya, bukan untuk membela diri, tapi agar kita punya gambaran yang lebih utuh.”

Ucapan itu akhirnya saya sampaikan secara langsung. Bukan dalam nada defensif, tetapi dalam semangat menyatukan sudut pandang. Terkadang, satu masalah terlihat keliru jika dilihat dari satu sisi, padahal di baliknya ada niat baik yang tersembunyi, atau keterbatasan yang belum sempat terungkapkan.

Saya belajar bahwa bekerja bukan hanya tentang hasil akhir, tapi juga tentang proses yang harus transparan, jujur, dan bisa dipertanggungjawabkan. Dan yang lebih penting, tentang bagaimana kita memperlakukan koreksi: apakah sebagai serangan terhadap diri, atau sebagai cermin untuk menyempurnakan langkah.

Saya memilih yang kedua.

Saya bukan orang yang selalu benar. Bahkan seringkali saya salah menilai waktu, kurang teliti membaca situasi, atau terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Tapi saya ingin terus belajar. Saya ingin tumbuh menjadi pribadi yang bukan hanya bisa bekerja, tapi juga bisa diajak bicara.

Hari ini, saya pulang dengan satu kesadaran baru: bahwa menjaga komunikasi yang sehat di dunia kerja itu butuh dua hal—kerendahan hati untuk menerima masukan, dan keberanian untuk menyampaikan sudut pandang dengan jernih.

Semoga esok lebih baik.

Semoga saya juga lebih bijak.

"Kebenaran adalah cermin yang jatuh dari tangan Tuhan dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut satu keping, dan mengira telah menemukan keseluruhan."

— Jalaluddin Rumi